Hotel DeBrett
A Member of Design Hotels
Terletak di salah satu sudut di tengah kota Auckland yang terkenal sebagai distrik mode yang hip dan hidup, namun tidak seperti tren fashion yang silih berganti, Hotel DeBrett berdiri dengan segala keunikannya. Garis-garis tegas sebuah bangunan yang berasal dari tahun 1920an dipadukan dengan gaya interior art deco yang penuh warna untuk menciptakan sebuah suasana yang hangat seperti berada di rumah sendiri di hotel butik yang berfasilitas modern ini. Berbeda dengan suasana jalan di depannya, memasuki lobi Hotel DeBrett, para tamu seakan dibawa ke sebuah dunia yang berbeda dengan suasana tenang dan nyaman di dalamnya.
Ke-25 kamarnya masing-masing menampilkan keunikannya sendiri, namun mereka seakan terangkum oleh sebuah benang merah dari penggunaan karpet berwarna merah, hitam, biru, dan kuning di dasarnya. Namun tidak hanya karpet berwarna unik saja yang membuat para tamu menikmati keindahan hotel ini. Masing-masing kamar diperlengkapi dengan layanan dan juga fasilitas mewah sebuah hotel berbintang. Dengan perlengkapan mandi dari Eithne Curran, tempat tidur yang sangat nyaman dengan seprai berbahan katun berkualitas, menjadikan hotel ini menjadi salah satu favorit para turis dan juga penduduk lokal kota Auckland.
Yang menarik bagi saya dari Hotel DeBrett adalah Housebar Lounge yang terletak di lantai dua hotel ini. Dengan sofa-sofa kulit bergaya klasik yang terlihat begitu nyaman dan diterangi dengan cahaya alami dari atap kaca di atasnya menjadikan lounge sebagai tempat favorit untuk bersantai. Konon di masa lalunya, Housebar Lounge di Hotel DeBrett adalah tempat berkumpulnya kalangan kelas atas untuk bertemu dan menikmati minuman. Dan, sampai sekarang, aura romantisme masa lalunya pun masih begitu terasa.

Karena lokasinya yang berada di pusat kota, Hotel DeBrett sendiri terletak tidak jauh dari banyak restoran pilihan di sepanjan High Street dan Queen Street. Para tamu hanya tinggal berjalan kaki ke tempat-tempat menarik serta pusat perbelanjaan di kota Auckland. Viaduct Harbour, Sky Tower, dan Ferry Terminal terletak tidak jauh dari hotel ini demikian pula berbagai galeri seni, teater, serta museum.
Bagi saya, kecantikan interior bergaya art deco yang sudah jarang ditemukan di berbagai tempat dan keunikan warna karpetnya yang dibuat khusus untuk hotel ini memancarkan kehangatan tersendiri dan dapat dilukiskan sebagai salah satu momen kunjungan ke kota Auckland yang tak terlupakan.

Enjoying Waiheke Island
‘Waiheke’ dalam bahasa Maori artinya ‘air terjun yang mengalir’ dan menurut sejarahnya, pulau ini menjadi pulau yang begitu sering diperebutkan dalam peperangan hingga arti ‘air terjun yang mengalir’ itu dapat diandaikan sebagai ‘curahan air mata’ karena banyaknya korban yang jatuh. Dalam perjalanan saya dari Pelabuhan Matiatia ke pusat kota, sayapun mengerti mengapa dalam sejarahnya banyak yang ingin memperebutkan pulau ini dan juga mempertahankannya. Baru beberapa saat saja saya berada di pulau ini, saya begitu menikmati keindahannya dan juga suasana kehidupan di pulau yang begitu relaks dan santai.
Perlahan-lahan taksi yang membawa saya menuju daerah Oneroa berjalan melewati bukit-bukit landai tempat perkebunan anggur di sisi kanan saya. Sementara di sisi kiri tampak Teluk Oneroa yang dipenuhi dengan berbagai macam ukuran perahu layar berwarna putih kontras dengan air laut yang berwarna biru. Perpaduan panorama perbukitan yang sedang tertimpa sinar matahari sore dan pantai indah berpasir putih di hadapannya menjadi sebuah kesan pertama saya saat menjejakkan kaki di pulau yang indah ini.
Inilah tempat idaman bagi penduduk lokal Auckland. Sebuah weekend getaway untuk bersantai dan melepas kepenatan selama seminggu sambil berjemur di pantai-pantai indah Pulau Waiheke. Di akhir pekan, berbagai restoran berkelas terisi penuh oleh para turis lokal dan juga asing. Mereka bersantai menikmati hidangan yang ditawarkan dan juga mencoba berbagai macam wine yang dihasilkan oleh perkebunan anggur di pulau ini. Sementara di penghujung musim panas ini, saat cuaca memancarkan keceriaan, kamar-kamar penginapan di Pulau Waiheke pun akan sulit dicari. Namun, saya beruntung dapat merasakan pengalaman menginap di Oyster Inn – sebuah penginapan baru yang mendapatkan penghargaan ‘2013 Best New Hotels IT List’ dari majalah Travel and Leisure.

The Oyster Inn Delights
Andrew Glenn, salah satu pemilik dari The Oyster Inn, menyambut saya dengan ramah di bangunan bergaya Victoria ini. “Oh, I’ve been to Jakarta many times!” sahutnya dengan ceria. Sebuah percakapan yang membuat saya nyaman sesaat setelah saya memasuki bangunan yang terdiri dari sebuah restoran, gift shop, dan tiga buah kamar penginapan. Betul, hanya tiga buah kamar dan setelah mendapat penghargaan sebagai salah satu penginapan baru yang perlu untuk dikunjungi, ketiga kamar itu makin sulit untuk ditempati.
Here, I’ll show you Room No. 2 and it is a beautiful room, favored by many!” Lanjut Andrew Glenn kembali. Memasuki kamar nomer dua, saya begitu terkesan dengan kesederhanaan dan suasananya. Pancaran warna terang berbalut sinar alami yang masuk secara natural menjadikan kamar ini terasa begitu bersih dan nyaman. Tempat tidur berukuran besar terlihat sangat empuk untuk segera ditiduri, sebentuk pintu mengarahkan saya ke patio kecil berpemandangan Teluk Oneroa di kejauhan, dan di sisi lainnya tampak sofa lounger berwarna abu untuk tempat bersantai. Sentuhan dan perhatian pada detail di penginapan dan terutama di kamar ini begitu terasa sekali. “I’ll see you at seven thirty for dinner,” Andrew menutup pembicaraan kami.
Selalu ramai dikunjungi orang yang mencoba untuk mencicipi hidangan hasil masakan Chef Christian Hossack yang sudah amat dikenal di lingkaran kuliner London, restoran The Oyster Inn terletak di lantai yang sama dengan ketiga kamar di penginapan ini. Dengan sentuhan interior berbahan kayu yang didominasi warna putih, para tamu dapat menikmati hidangan secara al fresco di veranda kayu yang menghadap ke jalan panjang Oneroa. Sesuai dengan namanya, tiram atau oysters menjadi salah satu menu pembuka favorit, demikian pula berbagai menu unik seperti Wakatuni Sirloin, Oyster Inn Fish & Squid burger, Fish ‘inn’ Chips, Summer Pappardelle, dan hidangan penutup yang terkenal Oyster Inn Chocolate Pudding. Tanpa reservasi terlebih dulu, tidak mudah untuk mencicipi hidangan kuliner berkelas ini dan menikmati suasana bersantap di The Oyster Inn.

LEAVE A COMMENT

BACK
TO TOP