I Left My Heart in Hyatt Regency Yogyakarta

Undangan untuk menikmati keramahtamahan khas Yogyakarta datang dari Hyatt Regency Yogyakarta. Tentu saja saya sambut dengan bersemangat meski nyali ciut membayangkan harus berada di dalam pesawat, yang nantinya akan membawa saya ke sana. Tapi lagi-lagi, bayangan menjejakkan kaki kembali di Yogyakarta, merasakan kenyamanan Hyatt Regency Yogyakarta, dan berbagai aktivitas seru yang bakal kami lakukan selama berada di sana membuat keberanian saya timbul lagi. Jumat pagi, 28 Februari 2014, dengan mengerahkan segenap nyali, saya bisa duduk manis di dalam pesawat, berdoa agar bisa bertemu dengan cinta yang pernah saya tinggalkan di sana.

Here I am, Once again
Suara gemericik air yang jatuh ke dalam kolam menyambut kehadiran kami di pelataran Hyatt Regency Yogyakarta yang lapang dan teduh. Lelah dan penat hilang seketika. Di sini, saya berada sekali lagi. Rindu mengulang kembali kenangan manis di hotel ini.

Usai bertemu dan berkenalan dengan tim dari Hyatt Regency Yogyakarta, kami dipersilakan menuju kamar masing-masing untuk kemudian menikmati santap siang bersama di restoran kebanggaan Hyatt Regency Yogyakarta yaitu Kemangi Bistro. Chef andal Catur Binawan rupanya sudah siap menjamu kami dengan berbagai menu kreasinya dan ya, ia memang sukses memanjakan kebutuhan kami akan santapan lezat dan sehat.

First Day Trip
Jam 13.00 kami diminta berkumpul kembali di lobi hotel untuk menuju Batik Nyonya Indo, melihat pembatikan yang ternyata jauh lebih rumit dari yang pernah saya bayangkan selama ini, sehingga saya pun tak lagi bisa terperangah mendengar harga sehelai kain batik yang bisa mencapai harga ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Harga tinggi yang dipatok memanglah pantas mengingat kerja keras dan proses pembuatannya yang begitu kompleks dan menghabiskan waktu yang cukup panjang. Untuk sehelai kain batik tulis saja masa pengerjaannya dapat memakan waktu sampai 3 bulan. Batik Nyonya Indo didirikan oleh Priscilla Saputro dan Moses Adya Saputro. Mereka berbagi peran. Priscilla Saputro bertindak sebagai pimpinan rancang busana dan pemasaran, sedangkan Moses Adya Saputro bertanggung jawab memimpin jalannya proses desain dan penciptaan kain batik. Pemilik Batik Nyonya Indo, sekaligus sang desainer yaitu Priscilla Saputro memang punya niat mulia untuk memperkenalkan batik hingga ke Mancanegara. Gaun batik karyanya bahkan pernah dikenakan oleh Olivia Culpo, Miss Universe 2012 dan Gabriela Isler, Miss Universe 2013. Selain di Bantul, gerai batik Nyonya Indo ada di Hyatt Regency Yogyakarta, dan di Belezza Shopping Arcade, Jakarta.

Dari gerai batik Nyonya Indo kami melanjutkan kunjungan ke Dowa Bag. Di butik tas ini dijual aneka tas dari bahan rajutan dan non rajutan yang kualitasnya tak kalah dengan tas-tas bermerek produk luar negeri. Selain tas, butik Dowa Bag (dalam bahasa Sanskerta, Dowa berarti Doa) juga memproduksi tas laptop, tas kosmetik, dompet, dan lain lain. Desain ruangan dan interiornya cukup menarik dan ditata dengan nyaman, membuat para pembelanja dapat melihat-lihat dan memilih-milih dengan leluasa. Sedangkan bagi pengunjung yang hanya berniat mengantar, dapat menunggu dengan santai karena telah disediakan beberapa kursi empuk, minuman, dan camilan tradisional gratis.

Hmm, niat hati memang membeli beberapa barang di sana tapi bayangan saya akan menambah tentengan saat pulang ke Jakarta nanti membuat keinginan berbelanja di dua tempat tadi pun terpaksa saya urungkan. Berharap lain waktu dapat kembali lagi.

Jam di pergelangan tangan sudah menunjukkan pukul 16.00 ketika kendaraan yang kami tumpangi mulai mendekati tujuan berikutnya yaitu Abhayagiri Restaurant, yang menjadi bagian dari sebuah resor butik bernama Sumberwatu Heritage. Karena tiba terlalu awal, kami sempatkan mengunjungi candi yang tak kalah cantik dengan candi-candi lain di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya yaitu Candi Barong. Saya yang memang tergila-gila dengan bangunan bersejarah jelas menjadi manusia yang paling bersemangat. Duduk di tepian bangunan candi, menghirup udara, dan menikmati kesunyiannya, menghadirkan kedamaian di dalam hati. Sayangnya, kami tidak bisa berlama-lama di sana. Setelah puas mengambil beberapa foto kami bergegas kembali ke mobil.

Terletak di atas bukit, lokasi Abhayagiri Restaurant yang strategis memungkinkan para tamu, baik yang menginap atau sekadar bersantap di sana disuguhi pemandangan memukau mata yaitu kumpulan puncak Candi Prambanan di kejauhan. Bagi pencinta candi seperti saya, Sumberwatu Heritage memiliki kelebihan istimewa, yaitu dikelilingi oleh beberapa candi sekaligus yaitu Prambanan, Ratu Boko, Barong, Sujiwo, dan beberapa candi berukuran lebih kecil.

Sempatkan bertandang ke sini karena Abhayagiri Restaurant akan dengan bangga menawarkan beberapa menu andalannya seperti Bebek Kebuli, Beef Rendang, Crispy Duck Salad, Chiken Steak, Pan Roasted Salmon, Jahe Blukuthuk, Kopi Ppletok, dan Sereh Blukuthuk.Udara yang sejuk, area yang masih hijau, dan menu makanan yang lezat menjadi keunggulan tambahan, selain tentunya desain bangunan, interior ruangan, serta fasilitas yang disediakan. Semua serba istimewa.

Bagi Anda para calon pengantin yang masih mencari-cari wedding destination, Yogyakarta dijamin tak kalah indahnya dari Bali. Salah satu wedding venue yang dapat dijadikan pilihan adalah Sumberwatu Heritage. Area Pendopo atau Joglo dan area Plataran Sumberwatu Heritage mampu menampung 500-800 tamu dengan konsep makanan buffet lunch/ dinner. Sedangkan untuk kapasitas di bawah 100 orang, maka Restaurant Abhayagiri atau Villa Parang dapat digunakan (biasanya untuk acara Ijab Kabul/akad nikah dengan konsep makanan breakfast buffet). Keunggulan Sumberwatu Heritage yang juga menjadi pertimbangan para calon pengantin adalah karena memiliki tempat berpemandangan indah dan aneka pilihan menu yang bahan-bahannya banyak menggunakan produk lokal (Yogyakarta), dengan cita rasa Internasional, sesuatu yang tidak dimiliki kebanyakan wedding venue. Selain lokasi yang tepat, menjamu para tamu undangan dengan sajian bercita rasa tinggi tentu menjadi sebuah keharusan sebagai bentuk penghargaan Anda atas kehadiran mereka.

Second Day Activities
Ini dia aktivitas yang paling saya tunggu-tunggu: Merapi off road! Sebelumnya, saya pernah gagal menikmati perjalanan menuju Merapi karena cuaca yang tidak mendukung dan kondisi di sekitar Merapi yang saat itu tidak mengizinkan kami naik lebih tinggi. Kali ini, ‘dendam’ saya terlampiaskan. Dengan mengendarai jip dari Wisata Tlogo Putri (catat ya, saya hanya sebagai penumpang) kami menuju Bungker Kaliadem dan beberapa lokasi yang pernah dilanda lahar Merapi. Untuk menuju ke sana, tentu saja kami tidak melewati jalan beraspal mulus. Anda boleh tanya seperti apa rasanya menaiki jip tua dan melewati jalan berbatu-batu yang rusak parah, menerabas jalan berlubang yang cukup dalam dan digenangi air, serta tubuh terguncang-guncang, nyaris terlempar keluar: SUPER menyenangkan! Lain waktu, saya pasti akan kembali lagi untuk menikmati ‘kegilaan’ yang sama.

Selalu ada awal dan akhir untuk segala sesuatu, termasuk saat harus mengakhiri waktu bersenang-senang. Untuk meredakan adrenalin, tujuan berikutnya adalah kegiatan yang dapat menambah wawasan kami sebagai wartawan. Masih dengan mengendari jip kami diantar menuju Museum Ulen Sentalu. Meski 2 tahun silam sudah pernah berkunjung ke museum ini, saya tetap tertarik mengikuti si pemandu memasuki ruangan satu demi satu dan mendengarkan penjelasannya. Sekali lagi, saya menikmati kisah roman, perjuangan, dan sejarah yang dituturkan dengan sangat menarik oleh si pemandu tentang kejayaan Kerajaan Yogyakarta dan Surakarta di masa keemasannya. Area museum yang luas dan sebelumnya habis melakukan perjalanan dengan rute yang ‘tidak normal’ membuat perut segera merasa lapar.

Dan tujuan kami berikutnya membuat hati saya girang, Restoran Jejamuran! Rumah makan ini menyediakan aneka makanan yang bahan dasarnya adalah berbagai jenis jamur yang layak dikonsumsi. Keunggulan lainnya, Anda bisa mendapatkan sajian sehat, murah, dan lezat. Tiga kriteria yang menjadi syarat utama pencinta wisata kuliner. Di dalam hati, saya sudah membuat daftar menu apa saja yang bakal saya cicipi setibanya di sana.

Malam harinya kami bertemu lagi di area tepi kolam Hyatt Regency Yogyakarta. Setiap Sabtu malam, area di pinggir kolam memang dihias berbeda menyerupai keriuhan pasar malam yang menjajakan aneka makanan. Sambil bersantap, kami juga disuguhi kisah Ramayana. Para penarinya adalah penduduk lokal sebagai bentuk kepedulian sosial dari Hyatt Regency Yogyakarta kepada lingkungan setempat.

Third Day Actions
Ini hari terakhir saya di Yogyakarta dan ingin saya manfaatkan sebaik mungkin. Agenda pagi setelah sarapan adalah berkunjung ke Desa Wisata Kembangarum. Sebelum memulai deretan kegiatan, kami mendapat kesempatan untuk mengenal lebih dalam latar belakang berdirinya Desa Wisata Kembangarum yang didirikan pada tahun 2005. Desa Wisata ini bukan sekadar desa biasa. Di sini, para pengunjung, khususnya anak-anak bisa mendapatkan aneka bentuk pendidikan sambil bersenang-senang seperti, melukis, merawat dan menjaga lingkungan, membaca, memainkan angklung dan gamelan, serta melakukan beragam permainan tradisional yang kian sulit dilakukan karena kini, bahkan kanak-kanak pun tak kalah sibuk dengan orang dewasa. Tempat ini memang sesuai untuk memanjakan jiwa kanak-kanak di dalam diri setiap individu, sekaligus sarana yang tepat untuk mengajarkan makna tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar.

Bagi saya yang hanya tahu saat singkong rebus, singkong goreng, dan buah salak sudah tersaji di atas meja, acara mencabut singkong dan memanen buah salak menimbulkan rasa ingin tahu. Saya baru ngerti, mencabut singkong dan memanen buah salak ada triknya. Tambahan ilmu itu akan saya bawa pulang ke Jakarta dan niat untuk pamer di depan teman-teman pun muncul di benak saya. Kegiatan berikutnya adalah membuat Kue Klepon (alih-alih membuat, yang saya lakukan hanyalah menghabiskan Klepon), dan nah, ini dia yang paling saya suka, mewarnai wayang kulit. Saya seperti lupa segalanya karena keasyikan memberi aneka warna di kulit wayang milik saya yang kebetulan pada hari kedatangan kami, Semar sang bijak bestari adalah tokoh yang akan kami warnai. It was fuuuuun!

Jam 13.00 kami kembali hotel untuk makan siang dan bersiap-siap, karena tepat jam 15.00 sebagian dari kami harus berangkat ke Bandara Adi Sutjipto, pulang ke Jakarta. Hati ini selalu gembira saat tahu akan mengunjungi Yogyakarta dan berat setiap kali harus meninggalkannya. Tapi saya tak pernah putus berharap, suatu waktu nanti dapat kembali, menyapa cinta yang saya titipkan di sana.

Teks Fannya G. Alamanda Foto Dok. Hyatt Regency Yogyakarta; sumberwatu heritage

LEAVE A COMMENT

BACK
TO TOP