Lekuk Liku Paes Jawa

Seorang wanita dengan busana pengantin adat Jawa tersenyum bahagia bersama sang arjuna di kursi pelaminan, seorang tamu berhenti sejenak untuk meneliti pengantin wanita yang tampak bersajaha dan menawan. Dengan lipstik merah menyala, alis bercabang seperti tanduk rusa, paes lancip tepat berpusat di puncak hidung serta ditambah lipitan kain dodot yang membungkus tubuh semakin memancarkan aura puteri Jawa.

Sebagian orang mungkin menganggap riasan tradisional dengan segala kelengkapannya terlihat kuno atau tidak mengikuti zaman. Akan tetapi banyak juga generasi muda yang justru menyenangi riasan tersebut. Tidak hanya ingin melestarikan budaya, sebagian pasangan yang asli keturunan Jawa, sengaja memilih pakaian kebesaran pengantin Jawa sebagai wujud apresiasi kepada tradisi.

Berawal dari Perjanjian Giyanti
Seni melukis wajah atau merias sudah lama tumbuh, sejarah mengatakan bahwa pada masa dinasti mataram terbentuklah sebuah perjanjian, Perjanjian Giyanti, yang berisi tentang pemisahan daerah kekuasaan menjadi Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Dalam perjanjian itu juga disebutkan bahwa Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat berhak atas pusaka budaya, Paes Ageng. Sehingga Kasunanan Surakarta Hadiningrat membuat paes yang hampir mirip dengan nama Paes Solo Basahan. Karena berasal dari akar yang sama tidak terlalu membuat perubahan yang drastis, perbedaan ada di Paes Ageng yang lebih runcing dibanding Paes Solo Basahan yang agak membulat.

Di Yogyakarta terdapat 6 jenis tata rias dan busana yaitu Yogya Paes Ageng, Yogya Paes Ageng Jangan Menir, Yogya Paes Ageng Kanigaran, Yogya Puteri, Yogya Puteri Kasatriyan Ageng Malem Selikuran, dan Yogya Puteri Kasatriyan. Sementara di Solo terdapat Solo Basahan dan Solo Puteri.

Jika dicermati, sesungguhnya pembagian di atas lebih cocok untuk pengklasifikasian tata busananya, sedangkan untuk riasan adat Yogyakarta jelas terlihat pada bentuk cengkorongan paes (pola rias) dan pemakaian prada (serbuk emas). Yogya Paes Ageng, Yogya Paes Ageng Jangan Menir, Yogya Paes Ageng Kanigaran memakai prada di tepi paes, sementara Yogya Puteri, Yogya Puteri Kasatriyan Ageng Malem Selikuran, dan Yogya Puteri Kasatriyan membentuk cengkorongan paes yang melengkung lembut tanpa bubuhan prada. Sama-sama mempunyai bentuk cengkorongan yang agak membulat seperti Paes Yogya Puteri, Paes Solo Basahan mempunyai sedikit perbedaan yang terletak pada hiasan ronce melati pager timun, sementara untuk Paes Ageng di Yogyakarta membentuk gulungan panjang yang disebut gajah ngoling.

Di samping itu pula, di antara Paes Solo Basahan dan Paes Solo Putri terdapat perbedaan pada pidih yang dipakai. Jika umumnya pidih yang dipakai berwarna hitam, lain halnya dengan cengkorongan Paes Solo Basahan yang menggunakan pidih berwarna hijau. Pada Paes Solo Putri, cengkorong diisi dengan pidih/lotho berwarna hitam.

Cengkorongan Paes dan Proses Ngerik
Lengkungan-lengkungan yang terdapat pada paes terdiri dari beberapa bagian, yakni penunggul (Yogya) atau gajahan (Solo) yang berada tepat di tengah dahi yang mengandung arti sesuatu yang paling tinggi, paling besar, dan paling baik. Tepat di bawah penunggul, disebut dengan pengapit yang ukurannya lebih kecil dan runcing. Pengapit diibaratkan sebagai penyeimbang antara pendamping kanan dan kiri. Di antara pengapit dan godheg, ada penitis yang berbentuk seperti potongan daun sirih sebagai tanda kebijaksanaan. Godheg sendiri berada tepat mengisi cambang, anak rambut di samping telinga. Bentuknya yang mengerucut dan runcing tampak seperti mangot (pisau dapur) yang bermakna agar seseorang mengetahui asal-usulnya. Namun sebelum dipaes, beberapa hari sebelumnya mempelai akan dikerik terlebih dahulu oleh juru rias atau dukun manten.

Mengerik anak-anak rambut terkadang menjadi hal yang memberatkan bagi sebagian kecil mempelai wanita karena selepas hari pernikahan sisa-sisa kerikan akan membekas. Perlu sekitar sepuluh hari untuk menumbuhkan anak-anak rambut seperti semula. Namun tahu kah Anda simbol dari pengerikan dan alasan mengapa seorang mempelai wanita wajib dikerik sebelum dipaes?

Kerik bagi pengantin perempuan Jawa melambangkan berubahnya status dari lajang menjadi seorang istri. Mempelai wanita yang dikerik, tidak saja bertujuan menghilangkan anak rambut agar wajah bercahaya, ngerik juga bermakna untuk membuang sial. Semua kejadian buruk yang telah terjadi pada masa lalu dihilangkan bersama dengan anak-anak rambut yang telah dikerik.


Langkah untuk membersihkan pidih pada paes:
1. Alat yang diperlukan untuk pembersihan pidih ialah spatula atau bila tidak ada sendok untuk mengerok pidih.
2. Kerok pidih ke arah atas menuju rambut, agar tidak berantakan mengotori wajah.
3. Biasanya makeup artist akan memberikan cairan khusus pembersih paes. Namun kalau pun tidak, dapat menggunakan baby oil untuk menghilangkan noda pidih yang masih tertinggal.
4. Caranya, tuangkan cairan pembersih pada tisu basah, hindari menggunakan tisu kering karena akan terasa perih pada dahi yang habis dikerik. Lalu lap dahi ke arah atas hingga bersih.
5. Membersihkan rambut, buka helaian rambut dan lap rambut yang terkena pidih sampai pidih yang melekat agak hilang.
6. Terakhir, cuci wajah dan rambut untuk menghilangkan bekas-bekas paes yang masih melekat.

Teks : Mery Desianti
Foto : Robby Suharlim, Mer, Roni Bachroni Fouzi

LEAVE A COMMENT

BACK
TO TOP