Amir Hamzah dikenal seantero negeri sebagai seorang sastrawan, bahkan memiliki julukan pemberian H. B Jassin sebagai Raja Penyair Pujangga Baru. Namun di balik kejayaannya tersebut banyak yang belum tahu kisah percintaanya yang berakhir haru. Diproduksi Titimangsa Foundation yang telah berkali-kali mementaskan berbagai naskah hingga mengangkat biografi berbagai tokoh sastrawan dalam bentuk pertunjukan. Melalui “Nyanyi Sunyi Revolusi” Titimangsa Foundation ingin menyuarakan bagaimana lika-liku kehidupan Amir Hamzah sebagai seorang pahlawan, pejuang bangsa hingga kisah asmaranya.
Didukung Bakti Budaya Djarum Foundation, pementasan yang akan digelar di Gedung Kesenian Jakarta pada 2 Dan 3 Februari 2019 mendatang menceritakan bagaimana Amir Hamzah muda yang menempuh pendidikan di Solo, dan jatuh cinta pada seorang puteri Jawa, Iliek Sundari. Di tengah kemesraan mereka itulah Amir kehilangan ibunya, lalu ayahnya setahun kemudian. Biaya studinya lalu ditanggung oleh Sultan Mahmud, Sultan Langkat. Paman Amir sekaligus raja kesultanan Langkat itu sejak awal tak menyukai aktivitas Amir di dunia pergerakan. Apa yang dikerjakan Amir dianggap bisa membahayakan kesultanan. Untuk menghentikan aktivitas Amir di dunia pergerakan, ia memanggil Amir pulang ke Langkat untuk dinikahkan dengan putrinya, Tengku Puteri Kamaliah. Amir bisa saja menolak tapi Ia sadar betapa ia telah berhutang budi pada Sultan Mahmud. Amir dan Iliek akhirnya dipaksa untuk menyerah, menerima kenyataan bahwa cinta kasih mereka harus berakhir. Meski keduanya masih kuat saling mencintai.
Pada press conference yang digelar pada 12 Januari lalu turut dihadiri Happy Salma sebagai produser pementasan dari Titimangsa Foundation yang mengungkapkan kekaguman pada seluruh puisi Amir Hamzah yang terdengar sendu tetapi kuat mengungkapkan banyak lapisan baru dalam karya puisi pada jaman itu. Sejalan, Renitasari Adrian selaku Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation juga mengakui kekagumannya pada Amir Hamzah terutama kiprahnya mendukung Sumpah Pemuda dengan berkomitmen menggunakan bahasa indonesia dalam setiap pertemuan formal.
Naskah pementasan ini ditulis oleh Ahda Imran dan didukung pula oleh kreator-kreator yang sudah sangat berpengalaman dan berdedikasi di bidangnya. Dengan bersumber pada buku karya Nh Dini berjudul Amir Hamzah, Pangeran dari Seberang. Pementasan ini juga salah satunya sebagai bentuk salam hormat dari Titimangsa Foundation untuk penulis kebanggaan Indonesia yang baru saja berpulang, Nh Dini.
Disutradarai oleh Iswadi Pratama, sutradara Teater Satu Lampung yang karya terbarunya banyak dipentaskan bersama Teater Satu di Jepang dan Australia. Ia pernah menyutradarai Perempuan di Titik Nol dan Buried Child karya Sam Shepard yang dinobatkan sebagai pertunjukan teater terbaik Indonesia versi majalah Tempo tahun 2008. Selain itu, pementasan ini juga didukung oleh tim artistik yang solid yaitu Iskandar Loedin sebagai Penata Artistik, Retno Damayanti sebagai Penata Kostum, Aktris Handradjasa sebagai Penata Rias dan Jaeko sebagai Penata Musik.
Foto: Dok. Image Dynamics