Sempat Dilarang, Teater Koma Kembali Melakoni 'Opera Kecoa'

Setelah sebelumnya menggelar lakon “Semar Gugat” pada Maret lalu, bulan November ini Teater Koma kembali hadir dengan lakon “Opera Kecoa”. Lakon yang pernah dilarang pada era orde baru ini, kini dapat disaksikan di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, mulai dari 10-20 November 2016. Dengan harga tiket masuk weekend (Jumat-Minggu) Rp. 150,000- 400,000, dan weekday (Selasa-Kamis) Rp. 100,000-300,000.

Masuk produksi yang ke-146, Opera Kecoa mengisahkan situasi sulit kaum pinggiran bertahan hidup di ibukota. Naskah karya Nano Riantiarno ini, pertama kali dipentaskan pada tahun 1985. Terhalang izin, Opera Kecoa yang rencananya diproduksi ulang pada 1990 dibatalkan. Tidak hanya itu, izin untuk pentas keliling Jepang pun dicabut. Dua tahun berikutnya, Opera Kecoa dipertunjukkan oleh Belvoir Theatre di Sydney, Australia dengan judul “Cockroach Opera”. Selang 13 tahun, tepatnya tahun 2003 Opera Kecoa kembali dihidupkan.

Kini meskipun naskah tersebut sudah berumur 30 tahun lebih, kisah pilu yang dialami kaum minoritas hingga kini belum berakhir. Di dunia nyata selalu ada kaum minor yang hidup menanggung kemalangan di balik bayangan dinding-dinding megah pencakar langit. Diperankan oleh tiga tokoh utama, Roima si bandit kelas teri, Tuminah sang PSK dan Julini waria yang menjadi kekasih Roima, penonton diajak untuk sejenak merenung bagaimana kisah tragis yang dialami kaum yang selama ini dianggap parasit.

Tokoh utama dan tokoh pendukung lainnya diperankan oleh Ratna Riantiarno, Budi Ros, Rita Matu Mona, Dorias Pribadi, Alex Fatahillah, Daisy Lantang, Sri Yatun, Ratna Ully, Raheli Dharmawan, Julius Buyung, Ina Kaka, Ledi Yoga, Dodi Gustaman, Sir Ilham Jambak, Bangkit Sanjaya, Rangga Riantiarno, Adri Prasetyo, Tuti Hartati, Bayu Dharmawan Saleh, Didi Hasyim dan Joind Bayuwinanda. Di bawah arahan sutradara N. Riantiarno dan co-sutradara Ohan Adiputra, Opera Kecoa diiringi komposisi musik almarhum Harry Roesli dengan aransemen garapan Fero Aldiansya Stefanus, tata gerak garapan Ratna Ully serta bimbingan vokal Naomi Lumban Gaol. Penataan busana oleh Alex Fatahillah, tata artistik dan tata cahaya panggung digarap oleh Taufan S. Chandranegara, didukung oleh Pimpinan Panggung Sari Madjid, pengarah tehnik Tinton Prianggoro serta Pimpinan Produksi Ratna Riantiarno.

Bakti Budaya Djarum Foundation yang menjadi pendukung di balik setiap lakon yang digarap Teater Koma, memiliki tujuan untuk memberi ruang berapresiasi bagi 200 pekerja seni teater, guru dan mahasiswa yang sebelumnya belum pernah menyaksikan lakon yang diproduksi Teater Koma. Sehingga dapat menyaksikan secara langsung sajian artistik yang kaya makna.

Foto: Dok. Bakti Budaya Djarum Foundation

LEAVE A COMMENT

BACK
TO TOP