Setelah akhir tahun lalu memainkan “Opera Kecoa” karya Nano Riantiarno, awal tahun ini Teater Koma kembali naik pentas dengan naskah saduran. Naskah dengan judul asli “The Beggar`s Opera” karya John Gay dan musik oleh J.C. Pepusch pertama kali dipertunjukkan tahun 1728 yang kemudian disadur oleh Bertolt Brecht dengan pergantian judul “Die Dreigroschenoper” atau “The Threepenny Opera” dengan aransemen musik Kurt Weill yang dipentaskan di Berlin 31 Agustus 1928. Dari naskah tersebut kemudian disadur ulang oleh Nano Riantiarno dengan perubahan judul “Opera Ikan Asin” yang dapat kita saksikan sebentar lagi pada 2-5 Maret 2017.
Pementasan yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation, kali ini sedikit berbeda dengan venue baru yang berlokasi di Ciputra Artpreneur, Lotte Shopping Avenue. Pergantian venue ini juga dalam rangka untuk merayakan hari jadi Teater Koma yang genap berusia 40 tahun. Untuk merayakannya, Ratna Riantiarno (pemimpin produksi) yang juga hadir dalam konferensi pers yang berlangsung 23 Februari 2017 di Balai Latihan Kesenian Jakarta Pusat, berjanji jika biasanya dalam kurun satu tahun memproduksi 2 pementasan, tahun ini akan digelar 3 kali pementasan.

Nano Riantiarno yang merangkap sebagai sutradara dan hadir pada preskon sedikit menceritakan lakon yang pernah dipentaskan pada tahun 1983 dan 1999. Apabila dalam lakon asli bersetting tempat di London abad 19, N. Riantiarno mengubah dan memindahkan lokasi ke Batavia abad 20 pada masa Hindia Belanda. Menurut pendapatnya lakon yang dibawakan penuh dengan ketidakjelasan, namun hal itulah yang menarik. Adegan dimulai oleh Si Raja Bandit Batavia, Mekhit alias Mat Piso (Rangga Riantiarno) yang menikahi Poli Picum tanpa izin ayahnya, Natasasmita Picum sang juragan pengemis se-Batavia. Berawal dari sini terjadi konflik, mengetahui putrinya menikah dengan Mekhit, Picum tidak tinggal diam dan mengancam Asisten Kepala Polisi Batavia, sahabat Mekhit sang raja bandit. Bagaimana bisa seorang bandit bersahabat dengan seorang aparat? Begitulah salah satu bentuk ketidakjelasan yang juga akan dibumbui dengan sogok-menyogok yang menjadi tradisi dan dianggap wajar. Bukan berniat untuk menyindir tetapi seperti itulah lakon yang disadur dari naskah berumur ratusan tahun dan masih terjadi hingga era modern saat ini.
Drama ini diperankan oleh pemain teater kawakan, sebut saja Budi Ros, Cornelia Agatha, Sari Madjid Prianggoro, Alex Fatahillah, Asmin Timbil, Raheli Dharmawan, Budi Suryadi dkk. Penata kostum oleh Samuel Wattimena, koreografi oleh Ratna Ully, pembimbing vokal oleh Naomi Lumban Gaol, tata rias oleh Sena Sukarya dan PAC Martha Tilaar, penata artistik dan lighting oleh Taufan S. Chandranegara dan co-sutradara Ohan Adiputra.
Sama seperti pementasan yang sering dibawakan Teater Koma yang bertema musikal, Opera Ikan Asin pun sama akan diselingi nyanyian dan musik yang diaransemen oleh Fero Aldiansya Stefanus. Sekitar 20 lagu akan menemani penonton yang sudah membeli tiket dengan harga bervarisi dari 150.000 – 850.000. Menurut penuturan N. Riantiarno pementasan kali ini akan berbeda dari pementasan terdahulu karena lagunya lebih komplet.
Foto: Dok. Image Dynamics