Cerita Dibalik Larangan Menikah Antar Suku Tertentu

Foto: Freepik


Apakah Anda sering mendengar banyak kisah percintaan yang kandas di tengah jalan gara-gara latar belakang perbedaan suku dan budaya? Hal ini karena Indonesia memiliki beragam suku dan budaya yang berbeda.


Setiap suku, memiliki pakem dan keyakinannya sendiri yang harus dipatuhi agar menjadi sebuah identitas dalam kehidupan sehari-hari. Kadang, pakem dan keyakinan beberapa suku ini tidak hanya berpengaruh pada kehidupan sehari-hari, tapi hingga kehidupan asmara juga. Contohnya seseorang bersuku Sunda dan Jawa tidak boleh menikah.


Sebenarnya, tidak ada literatur yang menuliskan tentang sejarah larangan ini, tapi hal ini diduga akibat tragedi perang Bubat. Perang Bubat ini diawali dari niat Prabu Hayam Wuruk yang berasal dari kerajaan Majapahit ingin memperistri Putri Dyah Pitaloka Citraresmi dari Negeri Sunda.


Ceritanya, Hayam Wuruk tertarik pada Dyah Pitaloka Citraresmi hanya dari lukisan yang dilukis secara diam-diam oleh seniman Sungging Prabangkara dan beredar di Majapahit. Niat awalnya adalah alasan politik yang ingin mengikat persekutuan dengan Negeri Sunda.


Niat tersebut mendapatkan restu dari kerajaan Majapahit dan Hayam Wuruk pun memberanikan diri untuk mengirimkan surat kehormatan kepada Maharaja Linggabuana untuk melamar Dyah Pitaloka Citraresmi dengan perencanaan menikah di Majapahit.


Lalu, berangkatlah rombongan dari Negeri Sunda ke Pesanggrahan Bubat di Majapahit dengan sedikit prajurit. Namun niat pernikahan tersebut tercoreng oleh niat Mahapahit Gajah Mada yang ingin meguasai Kerajaan Sunda demi memenuhi Sumpah Palapa sebelum Hayam Wuruk naik tahta. Hayam Wuruk dipaksa untuk menerima Dyah Pitaloka Citraresmi bukan sebagai istri namun sebagai tanda takluk Negeri Sunda terhadap Majapahit.


Namun ternyata ceritanya bukan hanya itu, ada pula cerita versi kedua yakni ternyata Hayam Wuruk dari kecil sudah dijodohkan dengan adik sepupunya Putri Sekartaji atau Hindu Dewi sehingga alasan Dyah Pitaloka Citraresmi datang hanya sebagai pernyataan tunduk pada Majapahit.


Alasan ini tidak diterima oleh Kerajaan Sunda dan berujung perselisihan antara dua kerajaan besar tersebut hingga peperangan pun tak terelakkan. Peperangan tersebut berakhir dengan gugurnya Raja Linggabuana beserta rombongan di Pesanggrahan Bubat.


Disebutkan juga dalam cerita ini bahwa Dyah Pitaloka Citraresmi bunuh diri demi membela kehormatan bangsa dan negaranya. Hal ini juga dilakukannya demi menuruti nilai-nilai kasta ksatria yang menyebutkan perempuan yang sudah ditinggal kaum lelakinya yang gugur harus membunuh diri mereka sendiri agar kesucian mereka tetap terlindungi dan terhindar dari pemerkosaan, penganiayaan atau perbudakan. Tragedi perang ini merusak hubungan kenegaraan antara dua kerajaan hingga bertahun-tahun kemudian dan tidak pernah pulih seperti sebelumnya.


Setelah itu, adik Dyah Pitaloka Citraresmi yang bernama Pangeran Niskalawastu Kancana yang tidak ikut dalam rombongan perang Bubat dan menjadi satu-satunya keturunan raja yang masih hidup kemudian naik tahta menjadi Prabu Niskalawastu Kancana.


Prabu Niskalawastu Kancana membuat kebijakan dengan memutuskan hubungan diplomatik dengan Majapahit dan menerapkan isolasi terbatas dalam hubungan kenegaraan antar dua kerajaan tersebut. Kebijakan ini termasuk melarang kerabat Kerajaan Sunda menikah dengan orang-orang di luar Kerajaan Sunda.


Begitulah asal-usul adanya larangan bahwa seseorang bersuku Jawa-Sunda tidak boleh menikah. Hal ini bisa dikatakan sebagai mitos belaka karena belum diakui kebenarannya. Jadi, jangan mudah percaya dengan mitos karena faktanya saat ini banyak sekali orang-orang dengan kedua suku tersebut menikah dan berhasil melewati pernikahan mereka dengan damai, aman dan tentram.

LEAVE A COMMENT

BACK
TO TOP