Menilik Lebih Dalam Makna Prosesi Mitoni Baim Wong-Paula Verhoeven

Foto: dok. Soe&Su

Mitoni atau tingkeban atau 7-bulanan adalah tradisi selamatan masyarakat Jawa yang berasal dari kata pitu yang berarti tujuh (pitulungan/pertolongan). Berarti, serangkaian upacara adat ini baru bisa dilakukan pada usia kehamilan tujuh bulan dan jika kedua orang tua sama-sama menandung anak pertama.

Hakikat dasar prosesi adat ini adalah sebagai ungkapan syukur kedua orang tua karena telah diberikan keturunan dan sebagai permohonan keselamatan serta ketentraman bagi si bayi kelak.

Faktanya, saat ini sudah banyak masyarakat Jawa yang meninggalkan prosesi ini. Namun, Baim Wong dan Paula Verhoeven berhasil membangkitkan salah satu prosesi langka ini kembali pada Sabtu, 19 Oktober 2019.

Diakui Baim-Paula (Bapau), prosesi ini dilakukan tak lain untuk mengangkat kembali prosesi adat Jawa peninggalan nenek moyang yang sudah lama terlupakan. Diharapkan, upacara adat ini sedikitnya bisa memberi edukasi kepada masyarakat bahwa adanya tradisi yang harus dilestarikan.

Lalu, bagaimanakah makna dibalik prosesi unik 7-bulanan Bapau ini? Simak penjelasannya di bawah ini.

  1. Pengajian

Sebelum memulai prosesi mitoni, Bapau melakukan doa bersama terlebih dahulu bersama beberapa anak yatim. Bapau terlihat sangat khusyuk berdoa dengan kompak mengenakan pakaian berwarna putih. Pengajian ini tak lain adalah sebagai puji-pujian dan rasa syukur telah dipercaya untuk dititipkan seorang bayi.

  1. Sungkeman

Sebelum memulai prosesi adat mitoni, Bapau sungkem pada orang tua yang bertujuan meminta doa dan restu. Dimulai dari Paula kepada sang suami Baim, dilanjutkan kepada kedua orang tua dari kedua belah pihak.

Foto: dok. Soe&Su

  1. Siraman

Pada prosesi yang disebut juga denga racik tirto ini, siraman pertama akan dilakukan oleh Baim sebagai calon ayah dari anak yang dikandung dengan menyiramkan air yang sudah dicampur dengan bunga yang wangi.

Penyiraman dilakukan dengan memakai batok kepala utuh yang sudah ada lubangnya. Hal ini melambangkan agar anak bisa menggapai cita-cita setinggi mungkin layaknya pohon kelapa yang tinggi. Bayi juga diharapkan agar berguna seperti pohon kelapa yang setiap bagiannya memiliki manfaat masing-masing. Sedangkan batok kelapa yang sudah dilubangkan melambangkan bahwa bayi sudah siap akan dilahirkan.

Siraman selanjutnya dilakukan berurutan mulai dari ayah Baim Jhonny Djaelani, ayah Paula Eddy Verhoeven, Ibu Herlina Titik Handayani, Ibu Gloria Imam Soepardi, Ibu Sastrawaty Rasyid dan siraman ketujuh oleh Ibu Otty Verhoeven.

Ketujuh siraman tersebut dilakukan perlahan dibarengi dengan doa-doa keselamatan bagi sang ibu dan bayi serta doa agar sang anak kelak bisa dijauhkan dari segala keburukan.

Foto: dok. Soe&Su

Foto: dok. Soe&Su

  1. Pecah Kendi

Pada prosesi ini, Paula dituangkan air yang sudah diendapkan di dalam kendi. Hal ini bertujuan agar dijauhkan dari emosi-emosi jiwa. Setelah itu, barulah kendi dipecahkan. Bila cucuknya masih utuh, menandakan anak yang akan dilahirkan berjenis kelamin lak-laki.

Foto: dok. Soe&Su

  1. Letrek

Calon ibu mengenakan busana 7 warna (hitam, putih, merah, hijau, coklat, biru, kuning dan ungu). Maknanya, dengan berbagai macam warna kehidupan, diharapkan nantinya sang bayi dapat lahir kuat dan tabah dalam keadaan susah maupun senang.

  1. Belah Cengkir

Lalu ada prosesi penebasan kelapa. Prosesi ini dilakukan untuk mengetahui jenis kelamin dari si jabang bayi atau disebut juga USG jaman dulu. Kalau air kelapa yang ditebas muncrat ke atas, ditandai akan lahirnya anak laki-laki. Jika air kelapanya rembes ke bawah, berarti anak yang akan dilahirkan berjenis kelamin perempuan. Prosesi ini dilakukan oleh calon ayah.

  1. Mengulas Uborampe

Selanjutnya sang ayah mencicipi beberapa panganan tradisional Jawa yang masing-masingnya memiliki makna. Misalnya serabi yang di atasnya klepon (bulus angrem), memiliki makna agar sang bayi bisa mandiri seperti anak bulus yang lahir bisa langsung berjalan sendiri. Ada juga putu ayu, dengan pengharapan bila memiliki anak perempuan bisa ayu nantinya. Ada lagi panganan aneka pepes yang sangat baik bagi ASI sang ibu, dan panganan lainnya.

Tak lupa menghadirkan tumpeng kuat (tumpeng tujuh macam) sejumlah umur kehamilan yakni tujuh tumpeng. Tumpeng ini dikelilingi aneka lauk utuh yang tidak disembelih seperti ayam. Hal ini melambangkan agar tidak ada darah yang keluar sebelum hari persalinan tiba.

  1. Mantes-mantes

Pada prosesi ini, Paula mencoba 7 buah baju dengan warna yang berbeda-beda secara bergantian. Pertama dipakaikan kebaya berwarna putih sambil Baim mengucapkan sampun pantes nopo dereng pada tamu yang hadir. Dilajutkan dengan kebaya warna merah, kuning, hijau, ungu, biru yang dijawab dereng oleh tamu. Barulah Paula dipakaikan kebaya terakhir, kebaya cantik berwarna hitam yang dijawab teriakan sampun oleh tamu yang hadir.

Foto: dok. Soe&Su

  1. Nigas Kendit Satu Janur

Pada prosesi ini, Baim berlari sambil memegang keris dan memutuskan janur yang bermakna membuka jalan lahir bagi sang bayi agar bisa lancar tanpa hambatan.

  1. Brojolan

Pada prosesi kali ini, akan disiapkan dua kelapa muda yang sudah digambar, lalu dijatuhkan perlahan dari atas ke bawah seperti saat lahiran. Kelapa tersebut diibaratkan sebagai bayi yang keluar dari perut lalu ditimang oleh kedua nenek sang bayi.

Dua kelapa yang diibaratkan bayi tersebut ditimang oleh kedua nenek mengibaratkan bahwa nantinya bayi akan aman bila berada di tangan sang nenek. Nenek akan tulus ikhlas menyayangi sang cucu. Istimewanya, setelah prosesi ini, orang yang ingin memiliki anak bisa meminta kelapa tersebut dengan doa agar segera diberi keturunan juga.

  1. Angrem

Angrem adalah kedua calon bapak dan ibu dahar atau makan jenang procot sambil duduk di tumpukan pakaian tujuh macam. Tak lupa Baim memberikan air putih yang melambangkan cinta kasih mereka yang jernih.

  1. Ngepakte Susuh

Kali ini, bekas tempat angrem (pakaian 7 macam) dimasukkan ke kamar oleh ibu dan bapak di tempat cengkir ditidurkan. Maknanya, agar kelak Bapau bisa memberi tempat tinggal yang layak pada si calon bayi.

  1. Jual Rujak dan Dawet

Prosesi ini merupakan prosesi penutup dari mitoni. Bapau berjualan dawet dan rujak yang dibayar dengan kereweng. hasil penjualan akan dikumpulkan dan dimasukkan ke tempat yang sudah disediakan. Maknanya, agar kelak bayi yang dilahirkan memiliki banyak rezeki, bisa menghidupkan keluarganya dan juga bisa beramal.

Sekadar informasi, prosesi mitoni ini juga bisa diartikan sebagai ritual penyambutan atau peneguhan letak ruh pada bayi sesuai perhitungan Jawa.

LEAVE A COMMENT

BACK
TO TOP