Phuket Baba Wedding: A Beautiful Peranakan Style Wedding

‘Baba’ adalah istilah yang digunakan untuk orang-orang Tionghoa yang berimigrasi ke Phuket sekitar 200 tahun yang lalu. Sedangkan istilah ‘Peranakan’ sendiri ditujukan kepada keturunan hasil kawin campur antara orang dalam negeri dengan orang asing. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pernikahan Baba Phuket ini adalah pernikahan dari seorang Phuket yang masih merupakan keturunan Tionghoa. Pernikahan Baba ini dulunya diselenggarakan untuk menunjukkan status sosial keluarga dan merupakan upacara yang dianggap penting di sepanjang kehidupan Baba.

Day 1
Introduction & Rehearsal
Acara kegiatan Phuket Baba Wedding dimulai dari hari Sabtu pada tanggal 20 Juni 2015. Ada 6 pasangan calon pengantin yang berpartisipasi dalam pernikahan Baba tersebut yang diperkenalkan kepada kami saat itu. Setelah perkenalan yang singkat, acara hari itu yang bisa dibilang seperti acara gladiresik tersebut dilanjutkan dengan mengajarkan para pasangan cara memegang hio atau dupa untuk upacara memberikan hormat kepada langit dan bumi yang akan dilakukan pada keesokan harinya. Lalu para pasangan juga diajarkan cara berdansa oleh seorang pria paruh baya yang sangat pandai menari.

Praying At Guan Im Temple & Take Pictures At Promtep Cape
Setelah acara gladiresik selesai, kami beserta para pasangan pergi ke Guan-Im Temple untuk berdoa. Disana para pasangan yang semuanya beragama Buddha berdoa dan meminta berkat dari sang Dewi untuk kelancaran pernikahan dan kelanggengan rumah tangga mereka. Dari Guan-Im Temple, kami berpindah lokasi lagi ke Promtep Cape, sebuah tempat dengan pemandangan kota Phuket yang indah, yang menjadi latar belakang untuk pengabadian momen keenam pasangan Baba Phuket Wedding.

Day 2
Hongyok’s House
Hari Minggu tanggal 21 Juni 2015, berlokasi di Hongyok’s House, keenam pasangan pengantin mengikuti beberapa acara yang sudah menjadi tradisi dalam pernikahan peranakan.

Paying Homage to Heaven and Earth Ceremony
Salah satu upacara yang harus dilakukan adalah memberi penghormatan kepada langit dan bumi. Keenam pasangan pengantin berdiri di depan meja altar sambil memegang hio dan memberi hormat kepada langit dan bumi dengan cara membungkuk sebanyak tiga kali. Setelah itu mereka kembali masuk ke dalam rumah untuk upacara tea-pai.


Wedding Tea Ceremony
Sama seperti budaya orang Tionghoa pada umumnya dalam pernikahan, upacara tea-pai selalu diadakan untuk menghormati anggota keluarga yang lebih tua. Keenam pasangan kemudian secara bergiliran melakukan upacara tea-pai ini. Mereka berlutut di depan kedua orangtua dari pihak mempelai laki-laki sambil menyodorkan 2 cangkir teh untuk diminum. Setelah selesai meminum teh, salah satu dari kedua orangtua akan memberikan angpao serta wejangan singkat bagi pasangan pengantin baru tersebut. Melalui upacara tea-pai yang sudah menjadi tradisi orang Tionghoa selama berabad-abad ini, para pasangan diharapkan dapat belajar untuk bersyukur dan menghormati para orangtua.

Suasana Peranakan semakin terasa di perayaan Phuket Baba Wedding hari Minggu itu dengan adanya hiburan permainan musik dari orkes tradisional. Beberapa lagu yang sudah tidak asing lagi di telinga saya, seperti “Yue Liang Tai Biao” dan “Tian Mi Mi” (Mandarin) serta lagu "Rasa Sayange" (Indonesia) sempat dimainkan dengan apik untuk menghibur para tamu. Kenangan akan indahnya pernikahan peranakan ini tidak akan terlupakan sambil terus berharap agar budaya dan tradisi pernikahan peranakan tersebut dapat kembali digaungkan dan dilestarikan, khususnya di Indonesia.

LEAVE A COMMENT

BACK
TO TOP