Kemeriahan fashion extravaganza Jakarta Fashion & Food Festival 2014 masih belum usai, memasuki hari kedua fashion show yang bertempat di Grand Ballroom Hotel Harris & Conventions tampak tidak pernah sepi dari tamu serta media yang ingin menyaksikan secara langsung keindahan fasyen yang diolah sepenuh hati oleh para desainer tanah air. Sebagai salah satu program unggulan JFFF, fashion extravaganza menjadi perantara terbaik untuk memamerkan mode serta warisan budaya dalam sentuhan kain tradisional.
Terbagi menjadi tiga sesi, fashion show sesi pertama diisi oleh persembahan dari Karya Karema melalui sentuhan tangan Defrico Audy. Yayasan Karya Karema dibentuk bersama harapan mulia untuk menyelamatkan kain bentenan khas Sulawesi Utara yang sudah 200 tahun menghilang. Selain berharap untuk terus menjaga kain bentenan dari ancaman kepunahan, Defrico Audy dipercaya untuk mengolah kain bentenan menjadi busana ready to wear yang dapat dinikmati oleh masyarakat seluruh nusantara.
Menghadirkan 50 outfit yang terbagi menjadi 2 sekuen, Defrico yang sudah 2 tahun menjalin kerja sama dengan Karya Karema, mengedepankan siluet yang elegan dengan warna-warna monokrom serta playful pada sekuen kedua. Meski motif kain bentenan ada ratusan, Defrico memilih motif tribal yang memiliki keunikannya tersendiri.
Itang Yunasz tidak ketinggalan meramaikan panggung dengan busana muslimnya. Bertemakan “Me & Hersob”, Itang Yunasz mencoba menggunakan foto print untuk mewarnai busana muslimnya dari hasil jepretan fotografer kenamaan sekaligus sahabatnya, Herry Sobiran. Siluet long kaftan, tunik, blosum, pensil pen, pleated skirt dengan canpuran warna-warna alam seperti putih, biru langit, terakota, abu-abu serta coklat tanah dijiplak di atas foto panorama alam yang seakan menceritakan kayanya negeri ini. Pulau Dewata Bali hingga pantai Belitung dengan batu-batu besarnya menjadi landscape yang tepat mewarnai busana berbahan sifon, satin dan duches tersebut

Rangkaian koleksi Cita Tenun Indonesia (CTI) menjadi menu penutup yang manis di hari kedua tanggal 17 Mei 2014 dengan menyisipkan tajuk “Jalinan Lungsi Pakan”. CTI kembali melansir busana bermaterial tenun yang dikerjakan oleh para perajin tenun dari berbagai wilayah binaan CTI. Merangkul delapan desainer yang masing-masing menangani tenun dari berbagai daerah yang berbeda, seperti Ari Seputra dengan Tenun Lomboknya, Auguste Soesastro yang merancang dengan Tenun Bali, Barli Asmara yang tertarik dengan Tenun Garut, Didi Budiardjo yang lebih spesifik pada Tenun Bali Barat, Era Soekamto dengan Tenun Baduy, Priyo Oktaviano Tenun Sambas, Stephanus Hamy Tenun Sulawesi Tenggara, sedangkan Chossy Latu memilih songket dari Nagari Halaban. Di atas tenun-tenun yang indah, kedelapan desainer asyik bermain motif yang diseimbangkan dengan garis rancang yang bergerak dinamis, elegan, feminin, edgy sekalugus simpel.
Teks: Mery desianti
Foto: Vaesy