Prosesi Pernikahan Adat Palembang

Foto H2O Photography (Hafsa-Thanial)

Prosesi pernikahan adat di Palembang boleh dibilang kaya akan perpaduan berbagai macam unsur budaya di dalamnya. Ada budaya Melayu, Jawa, dan lain sebagainya. Hingga kini, menikah menggunakan prosesi adat masih dilaksanakan oleh masyarakat Palembang. Akan tetapi, seiring perkembangan zaman, beberapa tahapan dalam tata cara pernikahan adat ini tak lagi dilaksanakan. Salah satunya adalah prosesi Madik yang berarti pendekatan, merupakan penyelidikan terhadap asal usul serta silsilah keluarga gadis yang akan dipinang, atau dapat dikatakan cara berpacaran pada masa lalu. Prosesi lain yang juga mulai ditinggalkan adalah Menyenggung yang merupakan tanda keseriusan keluarga besar pria. Mengapa? Tentu saja karena generasi muda sekarang lebih memilih untuk mencari dan berkenalan sendiri dengan wanita yang disukainya. Mereka sendiri yang akan melakukan pendekatan, sebelum akhirnya memutuskan apakah mereka merasa cocok satu sama lain. Pada tahap ini campur tangan pihak keluarga sepertinya belum diperlukan. Pihak keluarga baru dapat turut campur ketika pasangan ini memutuskan untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan. Disinilah prosesi adat mulai dilakukan, dengan urutan sebagai berikut:

  1. Berasan

Berasal dari bahasa Melayu yang berarti bermusyawarah, Berasan merupakan pertemuan antara dua keluarga besar. Pada pertemuan yang penuh dengan pantun ini, akan diputuskan persyaratan pernikahan baik secara adat maupun secara agama, serta hari akan dilangsungkannya Mutuske Kato.

Yang dimaksud dengan persyaratan pernikahan secara agama adalah penentuan mahar atau mas kawin. Sementara persyaratan pernikahan secara adat ada beberapa tergantung kesepakatan, apakah Adat Berangkat Tigo Turun, Adat Berangkat Duo Penyeneng, Adat Berangkat Adat Mudo, Adat Tebas, atau Adat Buntel Kadut. Masing-masing memiliki persyaratan yang berbeda, misalnya pada Adat Berangkat Tigo Turun, pada seturun pertama berisi selendang songket lepus, baju kurung songket tabor, kain songket pulir, lalu pada seturun kedua harus ada kain songket cukitan juga baju kurung angkinan, dan lain lain. Sementara pada Adat Tebas semua persyaratan dikompensasikan dalam bentuk uang. Lain lagi dengan Adat Buntel Kadut dimana pihak pria harus memberikan sejumlah uang yang telah dimufakatkan. Masih banyak lagi perlengkapan yang harus dipenuhi dalam persyaratan adat, dan semua tergantung kesepakatan antara kedua belah pihak keluarga.

  1. Mutuske Kato

Sesuai dengan namanya, pada acara ini kedua keluarga membuat keputusan mengenai : Hari Nganterke Belanjo, Hari Pernikahan, Hari Munggah, Hari Nyemputi dan Nganter Pengantin, Ngalie Turon, Pengantin Becacap atau Mandi Simburan, serta Beratib.

Pada acara ini pihak keluarga pria membawa 7(tujuh) tenong berisi gula pasir, tepung terigu, telur itik, emping, pisang, dan buah-buahan. Perlengkapan lain yang perlu dibawa adalah sebagian dari beberapa perlengkapan yang harus dipenuhi dalami persyaratan secara adat. Misalnya, untuk Adat Berangkat Tigo Turun harus membawa selembar kemben tretes mider, baju kurung angkinan, dan selembar sewet songket cukitan.

Biasanya diadakan jamuan yang ditutup dengan doa memohon keselamatan agar pelaksanaan pernikahan berjalan lancar. Dan menjelang pulang, tenong yang tadi dibawa oleh pihak keluarga pria dikembalikan dan diisi dengan aneka jajanan khas Palembang.

  1. Nganterke Belanjo

Prosesi yang mirip dengan serah-serahan dalam tradisi Jawa ini dilakukan sebulan atau satu setengah bulan menjelang pernikahan. Duit Belanjo atau uang belanja dimasukkan dalam ponjen kuning, dilengkapi 12 nampan pengiring berisi kebutuhan pesta seperti gula pasir, tepung terigu, telur itik, mentega, minyak goreng, susu, buah kalengan, kentang, bawang merah, serta kue-kue.

Selain itu, pada acara Nganterke Belanjo ini juga dibawa segala perlengkapan dalam persyaratan adat yang telah diputuskan dalam Mutuske Kato.

  1. Persiapan Menjelang Akad Nikah

Seperti tradisi di daerah lain, penentuan hari pernikahan yang diputuskan dalam Mutuske Kato, juga mempertimbangkan beberapa hal untuk kebaikan kedua pengantin. Pada bulan – bulan Rabiul awal, Rabiul akhir, Jumadil awal, Jumadil akhir, Rajab, dan Zulhijah, biasanya bulan purnama akan menyinari bumi, dan dipercaya membawa harapan yang cerah bagi kehidupan kedua mempelai kelak.

Sementara itu, ada beberapa ritual yang harus dilakukan oleh calon pengantin yang dipercaya bermanfaat bagi kesehatan dan kecantikan pengantin wanita. Ritual tersebut adalah Betangas atau mandi uap, Bebedak, dan Bepacar. Bepacar atau memakaikan inai ke kuku tangan dan kaki, serta telapak tangan dan kaki, merupakan tradisi yang dipercaya memiliki kekuatan magis untuk mengusir makhluk halus dan memberi kesuburan bagi mempelai wanita. Untuk calon pengantin wanita, ritual harus dilakukan di dalam kamar, sementara untuk calon pengantin pria cukup di dalam rumah. Setelah ketiga ritual tadi, dilakukan Mandi Bersih, seperti layaknya Siraman dalam tradisi Jawa, yang berarti menyucikan calon pengantin.

  1. Akad Nikah

Menurut tradisi Palembang, upacara akad nikah dilakukan di rumah mempelai pria. Dan bila dilakukan di rumah mempelai wanita seperti banyak dilakukan sekarang, disebut kawin numpang.

  1. Munggah

Merupakan puncak rangkaian prosesi pernikahan adat Palembang, prosesi Munggah yang dilakukan di rumah mempelai wanita ini, mengandung makna agar kedua mempelai menjalani hidup berumah tangga dengan timbang rasa, serasi, dan damai. Sebelum berangkat menuju rumah pengantin wanita, rombongan pengantin pria membentuk formasi yang disebut barisan terbangan yaitu pengantin pria diapit dua orang pria yang salah satunya memegang bunga langsi, pembawa payung dibelakang pengantin.

Urutan prosesi :

- Arakan pengantin pria yang didahului oleh grup rebana dan grup pencak silat menuju rumah pengantin wanita

- Sesampainya di rumah pengantin wanita, rombongan disambut oleh pihak mempelai wanita. Beras kunyit ditaburkan kepada pengantin pria oleh tetua adat dari pengantin wanita.

- Pengantin pria memasuki rumah, lalu berjalan ke Bilik Pengantin sambil melewati jerambah atau 7 lembar kain yang dihamparkan di lantai, dan melangkahi pedupaan berisi bara dan kemenyan yang diletakkan ditengah jerambah.

- Di pintu Bilik Pengantin dilakukan dialog Ketok Pintu, pihak keluarga pria akan mengucapkan : buka lawang, buka langsi. Dari dalam bilik akan terdengar jawaan : minta wayang, minta ronggeng. Dijawab lagi oleh pihak pria : inilah galonyo, bunga langsi dan penganten lanang (inilah segalanya, bunga langsi dan pengantin pria).

- Kemudian pengantin pria masuk ke Bilik Pengantin disambut pengantin wanita. Kedua pengantin dibariskan, pengantin wanita duduk dimuka dan pengantin pria di belakang, dalam waktu bersamaan. Lalu pengantin pria menyampaikan sirih penyapo kepada mempelai wanita.

- Selanjutnya kedua pengantin keluar dari Bilik Pengantin menuju ruang tengah untuk melakukan Nimbang Pengantin. Prosesi ini mengandung makna agar kedua pengantin rukun dan seia sekata.

- Dilanjutkan prosesi Ndulangi Penganten (menyuapi pengantin) dimana kedua mempelai didudukkan diatas papan pasang, dengan posisi mempelai wanita duduk di depan dan mempelai pria dibelakang, dan disuapi oleh ibu kedua pengantin.

- Terakhir adalah Cacapan yang dilakukan bila tidak dilaksanakan acara Mandi Simburan.

Hal lain yang dilakukan pada saat prosesi Munggah adalah Hidangan Palembang. Merupakan hidangan yang ditata untuk 8 orang. Jenis makanan yang disajikan adalah malbi (semur), pindang tulang, opr ayam, rending, tak ketinggalan iwak (ikan) saluang. Selanjutnya disajikan hidangan penutup yang disebut Botekan berupa kue-kue khas Palembang yaitu masuba, kue delapan jam, srikaya, dan kojo.

Foto Dok. Watie Iskandar (Petty - Topan)

Tarian Pagar Pengantin

Pada resepsi pernikahan adat Palembang, biasanya pengantin wanita menarikan satu tarian adat ditemani oleh tiga orang penari. Tarian yang disebut dengan tari Pagar Pengantin ini menggambarkan tarian terakhir dari pengantin wanita untuk melepaskan masa lajangnya. Tarian ini dilakukan didepan pengantin pria, dimana pengantin wanita menari diatas nampan bertabur bunga mawar. Sebagai gambaran bahwa setelah menikah sang pengantin wanita hanya akan bertindak di dalam lingkaran, atau dalam ruang gerak yang lebih terbatas dibandingkan semasa ia masih melajang. Meski bukan merupakan pakem adat, belakangan tarian ini sering dijadikan puncak prosesi adat pernikahan Palembang.

Teks Teddy Sutiady

LEAVE A COMMENT

BACK
TO TOP