Menemukan Talenta Usai Menikah
Usai menamatkan SMP, Tienuk melanjutkan ke SMAN 3 Yogya. Di saat yang bersamaan, sang ayah kembali dari Irian. Namun, tak lama kemudian, Letnan Kolonel Muchalip langsung ditugaskan ke Magelang. Lantaran jaraknya tidak terlalu jauh dari Yogya, Ibu dan seluruh adik Tienuk memilih ikut sang ayah ke Magelang. Karena sudah mulai sekolah di SMAN 3, dengan berat hati Tienuk memutuskan untuk tetap tinggal bersama Eyang di Yogya. “Awalnya saya merasa sedih harus berpisah dengan keluarga. Namun saya kembali berfikir, sayang sekali jika saya harus mengabaikan sekolah di Yogya, toh jarak Yogya-Magelang cukup dekat, sehingga saya dapat sering bertemu keluarga,” terang Tienuk.
Begitulah, ia pun mulai menjalani masa SMA layaknya remaja pada umumnya. Saat itu, ia baru masuk kelas 1, ketika mengenal seorang pemuda, yang kelak akan menjadi pasangan hidupnya dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Pemuda itu adalah Mohammad Riefki, kakak kelasnya di kelas 3. Rupanya perkenalan itu menyemaikan rasa suka di hati Tienuk dan Riefki. Keduanya pun merajut tali asmara, bahkan hingga Riefki lulus sekolah, dan berkuliah. Rupanya hubungan mereka diketahui dan direstui oleh ayah Tienuk. Hingga pada suatu hari, ketika Tienuk duduk di kelas 3 SMA, sang ayah membuat perintah yang sangat mengejutkan bagi Tienuk. “Saat itu ayah saya bilang bahwa Tienuk harus menikah. Saya sungguh tidak mengira dan kaget mendengar permintaan bapak. Hati dan pikiran saya serasa terbang, karena menikah belum ada dalam benak saya, yang pada saat itu masih berusia 17 tahun,” terang Tienuk.
Sebagai anak yang baik, Tienuk pun melaksanakan titah sang ayah. Ia pun resmi melangsungkan pernikahan pada tahun 1968. Setelah tiga tahun menikah, mereka dikarunia anak pertama yang diberi nama Novi Kusuma. Untuk mengisi kesibukan sebagai ibu rumah tangga, sekaligus belajar mengurus keluarga, Tienuk mulai ikut berbagai kursus. “Segala kursus yang berbau kewanitaan saya ikuti. Mulai dari menjahit, memasak, hingga kursus kecantikan. Waktu itu, suami saya masih kuliah. Saya berpikir, jika saya punya satu keahlian, mungkin nantinya bisa membantu perekonomian keluarga,” jelas Tienuk. Namun entah mengapa, kemudian ia hanya tertarik dengan kecantikan. “Mungkin saya memang tidak berbakat di bidang lain. Meski sudah kursus, hingga kini saya sama sekali tidak bisa menjahit, apalagi memasak,” ujar Tienuk sembari tertawa kecil.

Setelah selesai kursus, Tienuk mulai memberanikan diri untuk membuka salon kecil-kecilan di garasi di kediaman orang tuanya di Jalan Pathuk No. 33 Yogyakarta, yang kini lebih dikenal dengan nama Jalan K.S. Tubun. Pada awalnya, pelanggan salon Tienuk Riefki hanya sebatas teman-teman sendiri dan tetangga kanan-kiri. Setelah itu, beberapa anak-anak teman maupun kolega meminta Tienuk untuk merias mereka saat menjadi pengantin. Tak disangka, banyak diantaranya yang mengaku puas dengan hasil riasan Tienuk. Lama kelamaan, makin banyak orang yang memintanya merias pengantin. Sampai akhirnya ia berpikir, untuk memperdalam ilmu merias pengantin.
Menjuarai Berbagai Lomba
Sejak itu, Tienuk mulai memperdalam talentanya dengan mengikuti kursus merias pengantin. Pertama kali ia belajar kepada Ibu Dahlan Saleh (almarhumah). Lalu diteruskan belajar pada Ibu Trenggono Sosronegoro, yang merupakan salah seorang dari empat sesepuh di bidang rias Pengantin Yogya. Dari beliaulah Tienuk banyak mendapatkan mengenai ilmu tata rias tradisional Yogya dan Solo. “Satu pesan terakhir beliau yang selalu saya ingat dan jalankan hingga kini adalah: Aja gawe kuciwa sing kagungan karsa. Dalam merias saya tidak boleh mengecewakan pengantin yang tengah saya rias,” jelas Tienuk.
Pada masa itu, profesi yang dilakoni Tienuk banyak mengundang pertanyaan dari orang-orang sekitarnya, termasuk para pengguna jasa riasan Tienuk. Maklum saja, kala itu perias pengantin didominasi perias yang sudah sepuh-sepuh, sementara usia Tienuk masih 20-an. Tapi tantangan itu dijalaninya dengan mantap, karena ia sudah kadung gandrung dengan bidang rias pengantin. Setelah beberapa lama nyantrik (belajar) merias, Tienuk mulai ikut magang bersama sang guru untuk merias pengantin ke mana-mana. Lama-lama keberaniannya muncul untuk mengasah keterampilannya di ajang lomba rias. Mulai dari tingkat kelurahan sampai tingkat provinsi diikuti oleh Tienuk. Ternyata kemenangan demi kemenangan mampu ia raih. Dan hal itu makin memantapkan tekadnya untuk ikut lomba di tingkat nasional. Kemunculan saya di perlombaan tingkat nasional, ikut pula menaikkan nama saya. “Dari sekadar merias kenalan, akhirnya beberapa orang yang tidak saya kenal mulai mendatangi saya. Mereka minta saya merias pernikahan putra-putri mereka. Bahkan orang-orang dari daerah lain ada juga yang mulai mengenal dan meminta jasa saya, apalagi ketika saya menjadi juara di tingkat nasional. Dari situlah saya mulai berkembang dan dikenal masyarakat luas,” kenang Tienuk.
Dari Yogya sendiri, pamong praja dan pengusaha-pengusaha mulai memakai jasa saya. Selanjutnya, tanpa disangka, Gubernur Nusa Tenggara Barat, Gatot Suherman, datang dari jauh untuk meminta kesediaan Tienuk merias pernikahan putrinya. Kebetulan beliau memang berasal dari Yogya. “Mungkin beliau mengenal saya atas rekomendasi keluarganya di Yogya atau mungkin juga karena berita kemenangan saya. Itulah pertama kali saya mulai merias ke luar kota,” ungkap Tienuk sembari tersenyum. Konon ketika itu perasaannya senang bercampur deg-degan. Berturut setelah itu, ia juga dipercaya Gubernur Lampung untuk merias pernikahan putranya yang dilangsungkan di Lampung.
Selain tawaran dari daerah sendiri semakin banyak, Tienuk Riefki pun mulai rajin menerima tawaran dari luar kota. Untuk menyanggupi permintaan yang datang, ia tidak pernah membedakan apakah itu undangan dari dalam atau luar kota. Semua berusaha dilayani menurut daftar antrean. Siapa yang duluan minta, itulah yang didahulukan. “Alhamdulillah, orang-orang yang memberikan kepercayaan, merasa puas dengan riasan saya,” ujar Tienuk penuh rasa syukur.
Buat Tienuk, merias bukan lagi sekadar mempercantik pengantin atau orang yang dirias, ia menjiwai pekerjaan ini sepenuh hati. Hal itu menuntunnya untuk mendalami adat-istiadatnya, sarananya, dan rangkaian ritual maupun prosesi adat. “Terus terang saya kagum akan khazanah pengantin tradisional Indonesia yang begitu beragam dan kaya,” ujarnya dengan mimik wajah serius. Melalui seminar-seminar, Tienuk mulai mempelajari riasan adat pengantin Nusantara, seperti Bali, Betawi, Sunda, Sumatera Barat dan lain sebagainya.
Merias Para Penggede Indonesia
Hari berganti minggu, bulan, kemudian tahun, sejalan dengan putaran sang waktu, kepiawaian Tienuk Riefki di bidang tata rias kian mumpuni. Bahkan gaungnya sampai di telinga Ngarso Dalem Hamengkubuwono IX di Keraton Yogya. Sungguh sebuah anugerah yang luar biasa, tatkala Tienuk diminta untuk merias pengantin yang merupakan putra dari junjungan-nya tersebut. Berbeda dengan pengantin lainnya, merias pengantin keraton harus dilakukan dengan banyak aturan. Ada pakem-pakem yang harus dijalani, tidak hanya oleh pengantin, tapi juga olehnya dan seluruh kru perias.

Tienuk merasakan suatu anugerah ketika bisa merasa lebih dekat dan bisa mempelajari tata upacara adat istiadat Yogya, khususnya keraton, dengan lebih lengkap. Di tahun yang sama, ia juga mengharumkan nama bangsa Indonesia, ketika dipercaya mewakili Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam peragaan busana adat di Den Haag, Belanda. “Dalam peragaan itu, saya mempersiapkan busana adat keraton Yogya. Bangga rasanya bisa mempertunjukkan budaya dari daerah sendiri,” cerita Tienuk dengan mimik wajah berseri.
Kesempatan besar lainnya muncul ketika Mahathir Mohammad berkunjung ke Yogya sebagai tamu negara di Gedung Agung. Waktu itu Tienuk dipercaya menangani peragaan busana pengantin keraton Yogya. Setelah selesai, saya dipanggil oleh putra-putra Pak Harto, yang ketika itu masih menjabat sebagai presiden. Ia dipertemukan dengan Ibu Tien dan diberitahu bahwa Mbak Mamiek mau jadi pengantin.
Kemudian jadilah Tienuk untuk pertama kalinya merias keluarga presiden. Tentu saja ini merupakan pengalaman baru yang mendebarkan. Selain bisa masuk istana dan melihat dari dekat keluarga presiden, ia mulai diperkenalkan dengan seluk-beluk protokoler kenegaraan. “Siapa sangka riasan saya kala itu cukup mengesankan keluarga Cendana, sehingga saya menjadi langganan keluarga Cendana,” Kenang Tienuk. Dan diperjalanan karirnya kini Tienuk pun masih banyak merias banyak penggede di negeri ini.
Foto Adit Sastradipradja