Arti Kehadiran Daun Sirih dalam Ritual Pernikahan

Di masa kini daun sirih terkenal di kalangan wanita karena khasiatnya sebagai antiseptik pembersih organ intim wanita. Tidak hanya bermanfaat bagi organ yang satu itu, di desa-desa seperti pedalaman Sumatera, sirih dikonsumsi terutama oleh wanita paruh baya untuk menyirih. Menyirih diambil dari kata sirih yang mewakili komponen yang termasuk dalam komposisi menyirih yang terdiri dari daun sirih tentunya, gambir, buah pinang, dan rajangan daun tembakau kering. Kesemua bahan-bahan tersebut dikunyah bersamaan, kecuali rajangan daun tembakau kering yang digunakan untuk membersihkan gigi dari sempilan daun sirih, serta untuk menyerap air liur yang berwarna merah. Kegiatan menyirih amat disukai sebagai pengisi waktu senggang, tetapi bagi segelintir orang awam yang mencoba menyirih, rasa pedas atau terbakar yang ditimbulkan mungkin akan kurang disukai. Meskipun begitu, hasil penelitian membuktikan bahwa menyirih mempunyai nilai manfaat untuk menyehatkan dan menguatkan gigi.

Berdasarkan kebiasaan lama tersebut, tidak mengherankan bila sirih menjadi barang penting dalam beberapa momen ritual pernikahan. Di bawah ini akan kami bahas tiga daerah yang menggunakan sirih dalam upacara pernikahannya.

Jawa
Adat timur mengajarkan jika berkunjung ke rumah orang lain akan lebih sopan membawa sesuatu sebagai buah tangan. Terlebih mengunjungi sang calon mempelai, tidak lengkap rasanya datang tanpa menjinjing sesuatu. Salah satu barang bawaan yang wajib yakni sirih atau dalam bahasa Jawa disebut sirih ayu/ pinang dalam hantaran ritual penyerahan sanggan, serta untuk seserahan. Keberadaan sirih tersebut bermakna sebagai harapan kesejahteraan bagi kedua mempelai kelak.

Sesajen sudah menjadi bagian dari budaya yang tidak dapat dipisahkan, salah satu komponen dalam sesajen yang wajib ada yaitu sirih. Sesajen tersebut diletakkan di sudut ketika calon mempelai sedang menjalani prosesi siraman, meratus rambut dan ngerik, dengan tujuan untuk penolak bala.

Ada perbedaan sedikit ketika daun sirih dijadikan barang seserahan ataupun sesajen, karena hanya berupa lembaran daun sirih saja. Namun, pada upacara balangan gantal, daun sirih akan membungkus buah pinang, kapur sirih, gambir, dan tembakau hitam lalu diikat dengan benang lawe. Orang Jawa menyebut lintingan sirih itu sebagai gantal. Upacara balangan gantal yaitu momen saat pasangan saling melempar gantal yang mengumpamakan kedua mempelai saling melempar kasih.

Minangkabau
Di beberapa momen kunjungan keluarga calon mempelai wanita ke rumah calon mempelai pria, sirih tidak pernah terlewatkan menjadi barang hantaran dalam suku Minang. Sebut saja ritual maminang/ batimbang tando, mahanta siriah, babako senantiasa menyediakan sirih dalam carano/ kampla (tas yang terbuat dari daun pandan) bersama dengan barang hantaran lain. Menyediakan sirih menjadi bagian tata krama dalam adat, khususnya dalam prosesi maminang/ batimbang tando dimana kedua pihak keluarga menyirih bersama dengan tujuan supaya kekurangan yang terjadi dapat dimaklumi.

Palembang
Wong kito galo sebutan bagi masyarakat asli Palembang, juga mempunyai adat menyirih. Maka wajar seperangkat tempat sirih atau dalam bahasa Palembang disebut tepak sereh nyapo, ikut ambil bagian dalam barang bawaan saat upacara adat meminang atau ngelamar sebagai lambang kata pembuka dalam lamaran. Selain itu pula, sewaktu upacara munggah atau upacara pasca akad nikah berlangsung, ada momen ketika mempelai wanita disuapi sirih penyapo oleh mempelai pria dari belakang. Sirih tersebut tidak untuk dikunyah, hanya digigit saja sebagai syarat adat.


Teks: Mery Desianti
Foto: Dok. Yanes & Anjas (Le'Motion), Dok. Ari & Senia (Endah Photography And Video, Fanfani Arsyad, Pio Kharisma), Dok Istimewa

LEAVE A COMMENT

BACK
TO TOP