Haruskah Menikah di Tempat Pengantin Wanita?

Tidak jarang pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh berbeda kota atau bahkan berbeda negara dibuat bingung ketika merencanakan pernikahan. Harus diadakan dimanakah pernikahan mereka? Di kota calon pengantin wanita atau calon pengantin pria? Masing-masing berpendirian ingin diadakan di kota tempat tinggalnya dengan alasan keluarga dan teman-teman ingin menyaksikan pernikahan mereka. Lalu bagaimana caranya memilih dua kota yang berjauhan itu dengan bijak tanpa menyinggung atau mengecewakan salah satu pihak?

Tidak perlu merasa bingung untuk menentukan sikap harus memilih di kota A tempat domisili pengantin pria, atau kediaman calon pengantin wanita di kota B. Langkah pertama yang paling bijak adalah dengan berdiskusi dari hati ke hati untuk mengetahui seberapa perlu pernikahan dilaksanakan di salah satu kota tersebut. Dan kemudian pertimbangan tersebut dapat diperkuat dengan beberapa poin berikut ini.

1. Menikah di kota asal keluarga wanita
Dalam adat Jawa, pernikahan menjadi hajat pihak keluarga wanita, sehingga pernikahan berhak ditentukan pihak pengantin wanita. Urusan biaya pernikahan pun demikian, pihak wanita yang yang lebih banyak menanggung, sedangkan pihak pria memang membantu tetapi umumnya tidak sebesar yang dikeluarkan oleh pihak wanita. Berbeda halnya dalam prosesi ngunduh mantu, prosesi ini sepenuhnya menjadi tanggungan pihak pria. Diambil dari dua kata; “ngunduh” dan “mantu”. Ngunduh bermakna panen atau memanen bukan dalam arti sebenarnya. Kata panen dimaknai sebagai sinonim dalam arti mengambil yang digabung dengan kata “mantu” atau menantu. Jadi, ngunduh mantu berarti mengambil menantu. Bila sang gadis berasal dari kota A, dan keluarga pria yang berada di kota B ingin mengundang para kerabatnya untuk merayakan pernikahan putranya di kota B. Di situlah pelaksanaan prosesi ngunduh mantu yang sebenarnya dilakukan sebagai bentuk perayaan mengambil menantu. Perlu diketahui dalam tradisi Jawa seorang gadis yang telah dipersunting resmi menjadi anggota keluarga pria.

2. Menikah di kota asal keluarga pria
Berbeda dengan adat Jawa yang pelaksanaannya dipegang pihak wanita, dalam tradisi Bali sebaliknya pihak pria yang memegang kendali atau dengan kata lain pernikahan diadakan di kediaman pria. Dalam rangkaian ritual pernikahan Bali, ada ritual yang disebut penjemputan calon mempelai wanita. Karena pernikahan diadakan di kediaman pria, itu sebabnya mengapa calon mempelai wanita dijemput. Namun, sebelum dijemput untuk dibawa, calon mempelai wanita telah diselimuti kain kuning tipis mulai dari ujung rambut hingga kaki. Kain kuning yang membungkus calon mempelai wanita diibaratkan bahwa mempelai wanita telah siap mengubur masa lalunya sebagai lajang untuk menyongsong kehidupan baru, kehidupan berumah tangga.

3. Menikah di kedua kota sekaligus
Tidak perlu memilih dan tidak perlu berselisih pendapat menentukan di kota mana pernikahan akan dilangsungkan. Bila sanggup mengadakan pernikahan di dua kota sekaligus rasanya tidak ada masalah merayakan hari bahagia di tengah masing-masing keluarga untuk saling berbagi kebahagiaan bersama. Anda dapat berkonsultasi dengan wedding planner atau wedding organizer untuk mengatur tanggal kapan pernikahan dilaksanakan di kota A dan selang berapa lama dilaksanakan di kota B.

Pengarah Gaya Ari Anastasia CHR | Foto Nyonyo-Mimosa Photography | Lokasi Oemah Sekartadji, Kemang | Dekorasi Green Point | Model Juanita & Hendy (JIM Models) | Tata rias wajah & rambut Mimi Kwok | Busana Riny Suwardy

LEAVE A COMMENT

BACK
TO TOP