Prenuptial agreement. Untuk sebagian orang, kata itu mungkin kurang akrab di telinga. Dan kalaupun diartikan, ujung-ujungnya tetap akan mengundang tanya. “Memang perlu ya?”
Hal ini dapat dipahami, mengingat pengetahuan sebagian orang akan prenuptial agreement atau perjanjian pranikah memang masih minim adanya. “Kok mau berumah tangga niatnya sudah jelek di awal.” Begitu ujar seorang kawan, saat obrolan usai makan siang. Ya, memang tidak mudah membicarakan masalah uang sebelum pernikahan berlangsung. Karena itu tidak semua calon pengantin mau membuat perjanjian pra nikah. Tak ayal perjanjian pernikahan seolah berada pada area hitam dan putih. Ada yang menganggapnya perlu, namun tak sedikit yang memasukannya pada area tabu.

Nah, agar tak selalu berprasangka buruk, ada baiknya mengetahui tentang perjanjian pra nikah. Biasanya perjanjian pranikah (prenuptial agreement) dibuat oleh calon pasangan pengantin yang sudah mapan, mempunyai harta bawaan maupun warisan dalam jumlah besar. Selain itu, perjanjian pra nikah juga kerap dibuat oleh individu yang pernah bercerai dan kini akan menikah kembali. Perjanjian pra nikah bersifat mengikat dan berlaku sejak pernikahan dilangsungkan. Secara hukum, perjanjian pra nikah diatur sesuai dengan pasal 29 UU No.1 tahun 1974. Sejatinya perjanjian pranikah adalah sebuah langkah bijaksana dari sisi hukum yang bertujuan menjamin kesejahteraan finansial bagi ke dua belah pihak pasangan menikah apabila terjadi pertikaian yang berujung keretakan rumah tangga.Terutama anak-anak yang tidak semestinya menderita akibat ulah orang tua.

Isi perjanjian pra nikah, antara lain:
• Pemisahan harta kekayaan yang diperoleh sebelum pernikahan.
• Pemisahaan harta juga termasuk pemisahan hutang yang terjadi sebelum pernikahan, selama masa pernikahan, setelah perceraian, bahkan kematian.
• Hak dan kewajiban suami istri dalam perkawinan.
• Tanggung jawab terhadap anak-anak yang dilahirkan selama perkawinan, baik dari segi pengeluaran sehari-hari, maupun dari segi pendidikan.

Yang perlu diperhatikan saat membuat perjanjian pra nikah:
• Keterbukaan dalam mengungkapkan semua detil kondisi keuangan. Jumlah harta bawaan, jumlah hutang masing-masing pihak, baik sebelum maupun sesudah pernikahan.
• Perjanjian pra nikah harus disetujui dan ditanda tangani oleh ke dua belah pihak tanpa paksaan.
• Pilihlah pejabat berwenang yang bereputasi baik dan bisa menjaga obyektifitas.
• Notaris. Perjanjian pranikah sebaiknya tidak dibuat dibawah tangan tetapi harus disahkan oleh notaris. Kemudian harus dicatatkan pula dalam lembaga pencatatan nikah, seperti Kantor Urusan Agama (KUA) maupun Kantor Catatan Sipil.


Teks teddy sutiady, berbagai sumber foto dok. istimewa

LEAVE A COMMENT

BACK
TO TOP