Ketika Dua Adat Batak Menyatu Dalam Singgasana Cinta

Guntur Syahputra Purba & Sesilia Christine Monalisa Frisela
Balai Kartini, Jakarta, 21 September 2013

Cinta ibarat misteri yang sulit diterka kemana alirannya akan bermuara. Pun begitu, cinta tetap akan selalu ada. Bertahta di hati yang percaya bahwa kesejatiannya akan menyemai bahagia, meski jalan yang ditempuh terjal dan berliku. Hal serupa itulah yang membingkai jalinan kisah percintaan Guntur dan Mona. Awalnya, meraka adalah rekan kerja yang tidak lebih berhubungan sebagai teman kantor biasa. Saat bersamaan keduanya pun sadar sudah ada yang punya. Hingga di suatu waktu, kepulangan Guntur kembali ke Jakarta setelah dipindahkan dari Balikpapan, sanggup menggoyahkan perasaan keduanya. Cinta yang terpendam perlahan mulai mengemuka. Tepat usai makan malam di hari valentine, Guntur mengucapkan kata-kata yang paling ditunggu-tunggu setiap perempuan mana pun, “Will you marry me?” Seketika Mona terdiam. Berbagai buncahan rasa berkecamuk di hatinya. Kaget, bahagia, semuanya. Seutas senyum tergambar indah di wajahnya, pertanda ia menerima pinangan Guntur. Tak beberapa lama waktu berselang, hari baik pun ditentukan, yang jatuh pada hari Sabtu tanggal 21 September 2013.


Untuk konsep acara pernikahan, Mona dan Guntur memiliki pandangan masing-masing yang berbeda. Mona tipikal orang yang simpel dan menyukai kesederhanaan. Sedangkan Guntur ingin sedikit sesuatu yang wah di hari istimewa tersebut. Supaya adil, konsep simple elegant pun diambil dengan pilihan warna emas yang mampu menguarkan cita elegan nan mewah. Didampingi pula dengan warna ungu untuk upacara adat, dan biru untuk acara resepsi. Kedua warna yang menjadi favorit Mona tersebut pun berhasil mencetak pernikahan adat Batak yang indah. Kedua mempelai memang berdarah asli Batak, namun bukan Batak yang sama. Seperti diketahui, Batak terbagi lagi menjadi beberapa subetnis, dan Mona tergolong subetnis Batak Toba. Sedangkan Guntur berdarah campuran dari Batak Karo dan Simalungun.
Untuk menghormati tradisi Batak, Mona dan Guntur pun sepakat membalut pernikahan mereka dengan campuran adat Batak Toba dan Batak Simalungun. Dalam ritual pernikahan adat Batak biasanya sudah dimulai sejak 6 bulan sebelum hari-H, seperti marhori-hori dingding atau perkenalan kedua keluarga, serta marhusip yang sama diartikan dengan acara lamaran. Jika pada kedua upacara adat tadi lekat dengan adat Batak Toba, seusai pemberkatan di gereja Mona dan Guntur pun segera mengikuti prosesi Batak Simalungun. Dipenuhi warna ungu, dalam upacara adat ketika itu Mona tampil memukau dengan kebaya ungu yang serasi dengan bulang (penutup kepala) yang juga berwana ungu. Begitu pula Guntur yang kala itu memakai beskap berbahan ulos warna ungu yang didatangkan langsung dari Siantar. Upacara adat pun berlangsung harmonis, berdamping antara adat Batak Simalungun, Toba dan Karo.


Berganti hari, resepsi yang diselenggarakan di Balai Kartini berlangsung penuh kebahagiaan. Rona biru terang, menerangi hampir keseluruh penjuru ruangan yang diserasikan dengan warna emas yang berkilau mewah. Tampak lebih modern, keduanya tidak lagi dibalut busana adat. Guntur terlihat gagah dengan jas hitam berpadu emas, serta Mona pun tetap memakai kebaya yang kali ini berwarna biru bercampur emas. Acara dikemas lebih modern, salah satunya acara melempar bunga yang biasanya berlangsung dengan penuh keceriaan.

Tema Paduan Batak Toba dan Batak Simalungun | Busana Pengantin Wangie Fashion House dan Ruma Batak | Tata Rias Gigih Santoso | Dekorasi Adat Gedung Nahanson, Bekasi | Dekorasi Resepsi Rich Art | Katering Adat Roma Catering | Katering Resepsi Balai Kartini | Undangan I-Creation | Venue Pemberkatan Gereja Kalvari | Venue Adat Gedung Nahanson, Bekasi | Venue Resepsi Balai Kartini | Foto & Video Batavia | Suvenir Mangga Dua Meeleeqee

LEAVE A COMMENT

Comments (1)

  • adeirmasagala

    28 Aug 15

    Cantik banget kak, kak songketnya harus sama dengan bulang ga kak? hehehe sorry kak soalnya aku ga ngerti.. thx

BACK
TO TOP