Makna Dibalik Simbol Adat II

Setelah membahas simbol yang mewakili dua daerah di Sumatera, kini kita beralih ke pulau Jawa. Jawa Barat, Jawa Tengah, juga Betawi memiliki simbol dan cerita masing-masing.

Sunda
Burung Merpati
Dalam prosesi pernikahan Sunda, ada satu ritual yang disebut Melepas Sepasang Merpati atau Ngelepaskeun Merpati. Disini kedua ibu pengantin masing-masing membawa merpati sambil berjalan keluar. Ibu pengantin wanita membawa merpati betina, ibu pengantin pria membawa merpati jantan untuk kemudian dilepaskan di halaman. Prosesi ini melambangkan bahwa kedua orang tua melepas tanggung jawab karena kedua anak mereka sudah mandiri dan memiliki keluarga sendiri.

Sapu Lidi
Sapu lidi digunakan dua kali dalam upacara pernikahan Sunda, yang pertama pada saat upacara Ngeuyeuk Seureuh dimana kedua calon pengantin dikeprak (dipukul perlahan) dengan sapu lidi diiringi nasihat dalam hidup berumah tangga harus dapat memupuk kasih sayang antara suami istri dan giat berusaha untuk kesejahteraan keluarga. Dan yang kedua adalah pada ritual Meuleum Harupat (membakar lidi) saat pengantin pria memegang lidi yang lalu dibakar oleh pengantin wanita. Ketika lidi sedang terbakar, pengantin wanita menyiramnya hingga padam. Nyala lidi diibaratkan sebagai amarah laki-laki yang padam ketika disiram kelebutan seorang wanita. Makna yang terkandung adalah sifat pemarah seorang pria harus dihilangkan sebelum berumahtangga.

Jawa
Tuwuhan : Pisang Raja & Tebu Wulung
Tuwuhan atau tumbuh-tumbuhan yang dipasang pada setiap hajat masyarakat Jawa, Yogyakarta maupun Solo merupakan bentuk pengharapan kepada anak yang dijodohkan agar dapat memperoleh keturunan, untuk melanjutkan sejarah keluarga. Dan tumbuhan yang harus ada dalam rangkaian tuwuhan salah satunya adalah pohon pisang raja yang buahnya sudah masak. Pisang yang sudah masak dipilih dengan harapan pasangan yang akan menikah telah mempunyai pikiran yang dewasa. Sedangkan pisang raja mempunyai makna pengharapan agar pasangan yang akan dinikahkan kelak memiliki kemakmuran, kemuliaan, dan kehormatan seperti raja.

Dawet & Kereweng
Dodol dawet atau jualan dawet atau cendol biasanya dilakukan oleh orang tua calon pengantin setelah prosesi Siraman. Dawet yang berbentuk bundar, merupakan lambing kebulatan kehendak orang tua untuk menjodohkan anak mereka. Sementara bagi para tamu yang ingin membeli harus membayar dengan menggunakan kreweng (pecahan genting) yang melambangkan bahwa kehidupan manusia berasal dari bumi.

Kembar Mayang
Dalam pernikahan adat Jawa, semalam sebelum hari pernikahan diselenggarakan prosesi Malam Midodareni. Salah satu dari rangkaian prosesi yang dilaksanakan pada malam itu adalah Tantingan yaitu saat ayah calon pengantin wanita menanyakan kemantapan hati anak gadisnya untuk berumah tangga. Biasanya, sebagai jawaban si gadis akan mengatakan bahwa ia siap, tetapi mengajukan syarat untuk dicarikan kembar mayang, yang menurut tradisi Jawa adalah sarana untuk calon pengantin wanita dalam berumah tangga. Kembar mayang tersebut dinamakan Dewandaru atau Kalpandaru. Dewandaru berarti wahyu pengayoman, bermakna agar pengantin pria dapat memberi pengayoman pada keluarganya. Sementara Kalpandaru artinya wahyu kelanggengan agar kehidupan rumah tangga dapat abadi selamanya.

Betawi
Roti Buaya
Sepasang roti buaya selalu hadir sebagai hantaran dalam pernikahan tradisional betawi. Sebagai pemanis biasanya disertakan satu roti buaya kecil yang diibaratkan sebagai anak buaya yang sedang digendong oleh buaya betina, melambangkan telah berakhirnya masa lajang. Mengapa buaya? Meski dalam kehidupan sehari-hari buaya tidak termasuk hewan yang mendapat predikat baik, karena kiasan yang didalamnya terdapat kata buaya acapkali merepresentasikan sesuatu yang kurang baik, seperti buaya darat, atau airmata buaya, ternyata menurut pengertian masyarakat Betawi, buaya adalah satwa yang ulet, panjang umur, kuat, serta sabar dan setia terhadap pasangannya.

Sirih Nanas
Selain roti buaya, barang wajib lain adalah sirih nanas yang dimaksudkan sebagai penghargaan dan persembahan terhadap pengantin wanita yang masih berstatus gadis. Rangkaian daun sirih menjadi lambing keutuhan anak gadis yang terpelihara. Beberapa nilai yang terkandung dalam sirih nanas adalah :
- Daun mahkota yang berjumlah 25 buah, melambangkan 25 nabi dan rasul dalam ajaran agama islam
- Ronce bunga melati 5 tusuk yang ujung bawahnya diberi kuncup bunga cempaka, ditusukkan mengelilingi daun mahkotanya. Melambangkan 5 rukun Islam yang pelaksanaannya diungkapkan oleh 5 kuncup mawar merah yang diselipkan diantara dedaunan mahkota sirih nanas.
- Kesucian rukun Islam yang tergambar oleh roje bunga melati dan kuncup bunga cempaka wajib ditegakkan berdasarkan prinsip berani karena benar, seperti diisyaratkan oleh warna merah dari kuncup bunga mawar.

Bila diambil kesimpulan, sirih nanas memiliki makna umum bahwa setiap pengantin baru dari kalangan masyarakat Betawi memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap tegak syiar Islam, rumah tangga, dan anak keturunannya.
Sementara makna khususnya adalah duri-duri nanas yang merupakan lipatan-lipatan daun sirih pada tubuh nanas mencerminkan banyaknya persoalan yang akan dihadapi di dalam kehidupan perkawinan. Jalan keluar dan satu-satunya obat mujarab untuk mengatasi dan menyelesaikan masalah adalah ajaran Agama Islam yang digali dari Al Quran dan Hadits.

Palang Pintu
Kata palang pintu di sini hanya kiasan. Jadi, upacara buka palang pintu adalah sebuah upacara yang berisi dialog menggunakan pantun antara juru bicara calon pengantin wanita dan juru bicara calon pengantin pria. Sebelum masuk, rombongan calon pengantin pria dicegat oleh pihak calon pengantin wanita yang akan memperagakan atraksi silat dan jago dari pengantin pria harus mengalahkan jago dari mempelai wanita, baru rombongan diperbolehkan masuk. Palang pintu sebagai lambang bahwa sebelum calon pengantin pria boleh masuk, dia harus membuktikan bahwa dirinya siap melindungi istri dan keluarganya dari berbagai bentuk halangan fisik.



Teks : Setia Bekti

Foto : Tessar, AA Foto, Yustine Griya Busana

LEAVE A COMMENT

BACK
TO TOP