Menikah menjadi alur baru yang akan ditempuh hampir setiap orang, dan ketika menjalaninya membutuhkan sikap yang baik untuk menciptakan keharmonisan dalam berumah tangga. Untuk itu catur wedha atau empat petunjuk yang diwariskan sejak dahulu berguna baik sebagai pegangan dalam membina pernikahan. Catur wedha akan diberikan kepada calon mempelai pria sesuai tradisi adat Jawa dalam prosesi jonggolan.
Sehari sebelum pelaksanaan pernikahan sekaligus bertepatan pada midodareni yang tengah dijalani calon mempelai wanita, calon mempelai pria datang didampingi keluarga ke rumah mempelai wanita. Berpakaian rapi mengenakan beskap, kain batik wiron, blangkon tanpa keris, calon mempelai pria hadir bukan lain untuk melakukan prosesi jonggolan atau nyantri. Jonggolan merupakan bagian dari ritual midodareni yang dimaksudkan agar pihak keluarga mempelai wanita melihat secara langsung kesiapan jasmani, dan kesungguhan calon mempelai pria menjelang pernikahan esok hari.
Di samping itu, ayah dari mempelai wanita akan memberikan nasihat dan arahan kepada calon menantunya tentang bagaimana bersikap yang baik dalam membina rumah tangga. Selain secara lisan, calon mempelai pria pun mendapat petuah, serta arahan yang tertuang dalam selembar kertas yang berisi butir-butir catur wedha. Catur wedha atau catur sabda, merupakan empat (catur) petunjuk yang menjadi pegangan dalam menjalin ikatan perkawinan. Berikut ini merupakan isi yang tertuang dari catur wedha.

Kepada Ananda [calon pengantin pria] yang tercinta.
Ananda, besok pagi Insya Allah akan menjalani upacara pernikahan. Maka dari itu, malam ini dengarkanlah CATUR SABDA ialah EMPAT NASEHAT UTAMA peninggalan nenek moyang kita yang perlu Ananda renungkan ketika mengarungi samudera pernikahan .
PERTAMA.
Sesungguhnya seorang pria yang sudah memperistri seorang wanita pilihan hatinya, sudah berubah statusnya bukan lagi seorang yang sendirian. Ananda pun nanti sudah menjadi satu unit dengan istri Ananda. Ananda bukan lagi seorang perjaka yang hidup seorang diri. Demikian pula istri Ananda. Ananda dan istri Ananda adalah bertubuh dua namun berjiwa satu. Itulah sebabnya disebut GARWA, artinya “sigaring nyawa” yaitu belahan jiwa. Karena itu untuk selanjutnya sampai maut menjemputmu nanti, Ananda harus selalu merasa satu dengan istri Ananda. Satu dalam bersikap, berpikir dan bertindak.
KEDUA.
Sejak Ananda beristri besok, hendaknya Ananda selalu menaruh hormat yang tulus dan ikhlas kepada ayah-ibu Ananda dan juga kepada ayah-ibu mertua Ananda. Karena sesudah Ananda bersatu jiwa dengan istri Ananda, maka ayah dan ibu mertua Ananda juga menjadi seperti ayah dan ibu kandung Ananda sendiri.
KETIGA.
Sejak pernikahan Ananda besok pagi, maka selanjutnya Ananda sudah lepas dari perlindungan ayah-ibu Ananda. Ananda berdua sudah berdiri tegak sebagai umat manusia yang bertanggung jawab salam mengatur hidup, sikap dan tingkah laku. Ananda harus mampu membentuk teman-teman sendiri, masuk “ajur-ajer pasrawungan” artinya luwes dalam pergaulan sehingga Ananda diharga sebagai warga masyarakat yang dihormati, disayangi dan direstui oleh segenap teman, sahabat dan kenalan dari bawah sampai atas.
KEEMPAT.
Yang terakhir, hendaknya Ananda berdua sebagai umat mulia di dunia, makin bertakwa kepada Allah SWT, mematuhi seluruh perintah Allah dan mengikuti segala petunjuk yang benar. Dan pada sisi lain Ananda senantiasa menjauhi segala larangan Allah Yang Maha Kuasa, agar hidup Ananda senantiasa tenteram lahir dan batin, didekatkan pada keselamatan dan rezeki serta dijauhkan dari malapetaka dan kesusahan hidup.
(Tempat), (Tanggal)
(Tanda tangan)
(Nama Ayah Calon Pengantin Wanita)
Demikian isi dari catur sabda yang wajib dijalankan oleh calon mempelai pria, supaya kelak menjadi panutan dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Setelah menerima catur wedha yang sudah dibingkai rapi, calon mempelai pria pun diberikan segelas air putih oleh ibu calon mertua. Dan selama prosesi berlangsung, calon mempelai wanita tidak diperkenankan sama sekali menemui calon suaminya.
Teks: Mery
Foto: Bernardo Pictura by Bernardo Halim