4 Tata Rias Pengantin Yang Popular dari Adat Jawa

Foto : Mottomo Photography, Busana, tata rias & rambut : Dimas Singgih

Tren pernikahan tahun ini diprediksi bakal didominasi oleh konsep tradisional. Salah satu hal yang paling penting dalam pernikahan tradisional adalah tata rias dan busana pengantin. Karena rias pengantin tidak saja mempengaruhi penampilan dari calon mempelai tetapi juga memiliki makna yang dalam.

Untuk pernikahan dengan adat tradisional Jawa, ada beberapa tata rias yang sebaiknya Anda pahami. Setidaknya pahamilah 4(empat) tata rias yang paling banyak dikenal oleh masyarakat ini, agar tak salah dalam mengaplikasikannya pada hari pernikahan Anda kelak.

Foto : Bachroni Fauzi, Busana, Tata Rias & Rambut : Novi Arimuko

Yogya Paes Ageng

Menjadi salah satu tata rias yang paling banyak dikenakan oleh pengantin tradisional Jawa, tata rias Yogya Paes Ageng memancarkan keanggunan yang adiluhung dari pasangan pengantin. Paes yang membingkai wajah ayu menjadi salah satu ciri khas pengantin wanita Yogyakarta. Memiliki makna mempercantik diri, paes juga dimaknai sebagai membuang jauh perbuatan buruk. Terdiri dari penunggul, pengapit, penitis, dan godheg, masing-masing memiliki arti sendiri. Berada tepat di tengah dahi, penunggul mengandung arti paling tinggi, paling besar, dan paling baik. Berada di sisi kiri dan kanan penunggul, pengapit memiliki arti keseimbangan antara pendamping kiri dan kanan. Menjaga hati dari pengaruh buruk dari pendamping kiri maupun kanan. Sementara di sisi pengapit terdapat penitis yang merupakan simbol kearifan. Dan terakhir godheg, yang menyerupai cambang, mengandung makna bahwa manusia harus mengetahui asal usulnya sehingga dapat kembali ke asal atau Sang Maha Pencipta dengan sempurna tanpa mengutamakan keduniawian. Warna hitam yang memenuhi paes bermakna menjauhkan hal-hal buruk dari pengantin wanita. Dengan prada atau warna keemasan di sepanjang sisinya, menghadirkan kemewahan.

Kemewahan yang semakin elegan saat dipadukan dengan busana berupa balutan kampuh dodot yang melapisi kain cinde, melilit tubuh pengantin wanita. Pada dodot kampuh, motif Sido Mukti yang mengandung harapan untuk kebahagian pengantin, atau Sido Asih yang bermakna saling menyayangi, dipadukan dengan motif semen yang berisi harapan untuk tumbuh subur. Perpaduan kain batik prada bermakna agung dengan paes prada, serta serta perhiasan keemasan mulai dari aksesori rambut, gelang, juga kalung, menghadirkan keagengan atau keanggunan yang sulit terbantahkan.

Foto : Bachroni Fauzi, Busana, Tata Rias & Rambut : Novi Arimuko

Yogya Puteri

Terlihat lebih sederhana, pada tata rias Yogya Putri pengantin wanita mengenakan kebaya beludru klasik dengan perhiasan bros 3 (tiga) susun dengan kain batik motif Sidomukti, Sidoasih, atau Sidoluhur. Tanpa warna keemasan yang melapisi paes, rias pengantin Yogya Putri menampilkan warna-warna klasik, seperti coklat, hitam dan sedikit keemasan. Menggunakan paes yang diisi dengan pidih warna hitam dengan bentuk cengkorongan paes Yogyakarta Puteri, serta dipasang cithak yang terbuat dari daun sirih yang digunting berbentuk wajik yang diletakkan di dahi, sedikit di atas antara dua alis.

Sanggul ukel tekuk dengan sunggar dan lungsen (sambungan) dari rambut depan untuk mengikat sanggul. Bunga untaian melati, ceplok (bunga mawar bahan beludru warna merah) di sanggul dan sepasang jebehan (3 rangkaian mawar bahan beludru warna merah) di kanan kiri yang tampak dari depan, dan sebaran pelik (guntingan kertas putih dengan kelopak empat, yang ditusukkan dengan jarum pentul ke sanggul) menyebar di sanggul. Perhiasan berupa satu buah sisir gunungan, satu buah mentul besar, dan satu pasang subang ceplik.

Foto : The Portrait Photography (Dok. Emil & Aditya)

Solo Putri

Salah satu perbedaan mencolok antara tata rias Yogya dengan Solo adalah bentuk paesnya. Bentuk paes pada tata rias Yogya lebih runcing, sementara paes Solo sedikit membulat. Selain itu, sama seperti tata rias Yogya Puteri, paes pada tata rias Solo Puteri pun berwarna hitam polos tanpa penambahan prada atau garis keemasan. Untuk sanggul, rambut pengantin wanita dibuat model ukel besar layaknya bokor mengkurep. Kemudian disisipkan ronce melati pada sanggul bagian belakang yang turun hingga ke pinggang dan dinamakan tibo dodo. Tampilan pengantin masih dipercantik dengan aksesori kepala berupa cunduk jungkat serta cunduk mentul sebanyak tujuh buah.

Untuk busana, pengantin wanita biasanya mengenakan kebaya beludru berwarna hitam yang terlihat begitu klasik dipadukan dengan kain batik motif sidodadi, sidomulyo, sidomukti atau sidoasih. Terlihat anggun, cantik, dan klasik.

Foto : Mottomo Photography, Busana, tata rias & rambut : Dimas Singgih

Solo Basahan

Serupa dengan Yogya Paes Ageng, tata rias Solo Basahan juga mengenakan kampuh atau dodot sebagai busana. Dibentuk dari kain batik warna hijau bermotif alas-alasan (binatang) dan tumbuhan hutan dengan kian cinde warna merah pada bagian dalam. Bila mengikuti aturan yang sebenarnya, dodot berwarna hijau dengan warna putih di bagian tengah hanya diperuntukkan bagi kalangan keraton, sementara masyarakat umum diizinkan mengenakan busana ini dengan warna yang berbeda, biru misalnya. Melilit di pinggang, buntal udan mas, yang terbuat dari daun pandang, daun mangkokan, daun puring merah, serta ronce melati. Menutupi udet cinde yang memanjang dari bagian dada ke bawah.

Sedangkan bentuk paes, sama dengan paes pada tata rias Solo Puteri hanya dibedakan pada aksesori dan perhiasan yang melengkapi. Pada Solo Basahan, menghiasi sanggul bokor mengkurep adalah cunduk mentul alas-alasan yang terdiri dari bentuk menjangan 1 pasang, bentuk kupu-kupu kecil 1 pasang, bentuk matahari 1 pasang, bentuk kupu-kupu besar 1 buah di tengah, serta cunduk jungkat. (SW)

LEAVE A COMMENT

BACK
TO TOP